Panglima Santri Jabar Tegaskan Pemprov segera Bentuk Dewan Pengawas Pesantren

Menurut Uu yang juga Panglima Santri Jabar, hal itu penting guna meningkatkan pengawasan terhadap pondok pesantren di Jabar.

Editor: dedy herdiana
Istimewa
Panglima Santri Jabar yang juga Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Jabar segera membentuk Dewan Pengawas Pesantren (DPP) atau dapat pula disebut sebagai Majlis Masyayikh.

Menurut Uu yang juga Panglima Santri Jabar, hal itu penting guna meningkatkan pengawasan terhadap pondok pesantren di Jabar.

Sehingga akan hadir pendidikan pesantren yang bermutu dengan memperhatikan aspek sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana di pondok pesantren.

Terlebih fenomena menyimpang yang terjadi belakangan ini, termasuk kasus viral kejahatan seksual, sempat pula menyeret nama baik pesantren meskipun sebenarnya kejadian buruk itu tidak terjadi di lingkungan pondok pesantren.

Dengan kejadian ini, kata Uu, aktivitas pendidikan di pondok pesantren pun mau tidak mau perlu pengawasan pula dari unsur pemerintah. Ini pun tak lain demi hadirnya pesantren yang layak santri.

"Jadi dengan fenomena yang sekarang ini, Pemerintah Provinsi Jabar, dan saya sudah berkomunikasi dengan Pak Gubernur, Kementerian Agama, dan lainnya. Kami akan segera melakukan langkah-langkah kedepan berpayung kepada Perda Pesantren," ungkap Pak Uu, di Kota Bandung, Senin (13/12/21).

Menurut Wagub Jabar, Dewan pengawas pesantren (DPP) ini akan dibentuk berlandaskan Undang- Undang Pesantren Nomor 18 tahun 2019, serta tentunya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2021 tentang fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren.

Dengan payung hukum yang ada, maka DPP, atau Majlis Masyayikh akan dibentuk guna menjaga kualitas dan lebih jauh memperkokoh marwah Pondok Pesantren di Jawa Barat khususnya.

"Sekarang seluruh kelembagaan ada dewan pengawasnya, misalnya rumah sakit, perbankan, pendidikan semuanya ada dewan pengawas. Kalau masuk ke pesantren memang agak was- was, tetapi dengan tuntutan seperti ini (fenomena) banyak yang mengatasnamakan pesantren padahal tidak layak mendirikan pesantren, maka kami berinisiatif untuk membuat lembaga DPP di Jawa Barat, jadi nanti tidak lebih jelas lagi," tuturnya.

Lebih jauh, Pak Uu menyebut bahwa DPP atau Majlis Masyayikh dibentuk tingkat provinsi dan kemudian akan dirambatkan lagi ke tingkat kabupaten/ kota.

Sementara anggotanya merupakan kolaborasi dengan berbagai elemen. Mulai dari unsur pemerintahan, ormas Islam, MUI, serta pemangku kepentingan di bidang keagamaan maupun keumatan lainnya di Jawa Barat.

"Ini salah satu langkah daru pemerintah provinsi Jabar dalam menghadapi fenomena sekarang," kata Pak Uu.

Ia berharap lembaga ini dapat secepatnya terbentuk. Sehingga di tahun 2022 semua aktifitas terkait pesantren sudah bisa dilaksanakan. 

"Minggu depan insha Allah khalaqah, mengundang kiai, ulama, termasuk Biro Kesra sekabupaten dan kota, dan MUI, serta ormas Islam dan juga Kemenag itu sendiri sebagai kepanjangan Pemerintah Pusat di bidang keagamaan," kata Pak Uu.

Terpenting, terbangun komunikasi antara Pemerintah dengan pihak pesantren. Sehingga keduanya dapat saling memberi masukan.

Apalagi diketahui di Jawa Barat terdapat tak kurang dari 12 ribu Pondok Pesantren. Maka DPP atau majlis Masyayikh dibutuhkan agar kenjadi wadah bagi para kiai, atau pengrus pondok pesantren guna merumuskan standar kerangka sebagai acuan bagi pesantren-pesantren dalam proses belajar mengajarnya.

"Pertama, kalau seseorang ingin mendirikan pesantren itu harus ada rekomendasi dari ormas Islam termasuk di dalamnya adalah MUI, atau kiai setempat, apakah dia itu layak untuk diberikan dorongan dan dukungan untuk bikin pondok pesantren atau bagaimana," katanya.

"Termasuk ormas Islam dan kiai mengetes apakah dia bisa ngaji atau dia, bisa baca kitab gundul, tafsir, hadist, nahwu shorof, balaghah. Jangan sampai dia tidak paham ilmu agama, tidak paham ngaji mendirikan pesantren, atau judulnya pesantren dalamnya bukan pesantren, maka harus ada rekomendasi," sambung Pak Uu.

Tak kalah penting yakni, soal sarana pendukung agar pesantren ramah santri. Dalam hal ini, sarana prasarananya dipastikan layak untuk santri.

"Jangan sampai mengatas namakan pesantren tapi sarana dan prasarananya tidak layak unruk proses belajar mengajar, secara kepatutan jangan sampai anaknya banyak siswanya tapi sarananya tidak mendukung, istilahnya layak santri," tuturnya.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan Peraturan Gubernur untuk Perda Pesantren tengah digodok. Beberapa kasus mengenai pesantren baru-baru ini pun akan menjadi pertimbangan dalam penyusunan peraturan gubernurnya.

"Kita akan teliti, kebetulan ada perda pesantren ini pergubnya sedang digodok. Ini nantinya akan ada pasal memastikan hal-hal seperti ini ada pengeawasan lebih susbtansif walaupun pesanten ini pengawasannya bukan di pemprov tapi di kemenag kan. Tapi selama ini ada di wilayah kami, ada kewajiban untuk menjaga hal agar tidak terulang," katanya.

Baca juga: Angka Kesembuhan dari Covid-19 Tembus 4,1 Juta, DKI Jakarta Terbanyak Pasien Sembuh

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved