Di Cilegon Potensi Tsunami Setinggi 8 Meter, BMKG: di Daerah ini Ketinggian Tsunami Bisa 28 Meter
BMKG mengingatkan warga Banten, terutama Cilegon, soal ancaman gelombang tsunami setinggi 8 meter yang bisa terjadi akhir tahun ini.
TRIBUNCIREBON.COM, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan warga Banten, terutama Cilegon, soal ancaman gelombang tsunami setinggi 8 meter yang bisa terjadi akhir tahun ini.
Hal itudiungkapkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam rapat kerja Komisi V DPR dengan Pemerintah, Rabu (1/12/2021).
"Kami berikan informasi zona yang rawan tsunami misalnya di Cilegon, Banten, itu juga tempat wisata di Selat Sunda dapat berpotensi skenario terburuk mengalami tsunami dengan ketinggian hingga 8 meter," kata Dwikorita.
Peringatan serupa juga pernah disampaikan Dwikorita kepada warga Kabupaten Pacitan Jawa Timur tentang potensi tsunami setinggi 28 meter.
Baca juga: Waspadai Bencana Hidrometeorologi di Musim Hujan, Penangangan Harus Perhatikan Protokol Kesehatan
Gempa bumi dan tsunami yang berpotensi terjadi di pesisir selatan Jawa akibat pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia.
"Berdasarkan hasil penelitian, wilayah Pantai Pacitan memiliki potensi tsunami setinggi 28 meter dengan estimasi waktu tiba sekitar 29 menit. Adapun tinggi genangan di darat berkisar antara 15-16 meter dengan potensi jarak genangan mencapai 4-6 kilometer dari bibir pantai," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Minggu (12/9/2021).
BMKG kata dia, sudah melalukan verifikasi zona bahaya dan susuri jalur evakuasi bencana bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Bupati Pacitan.
Menurutnya, karena potensi tsunami itu, warga harus terus berlatih rutin untuk evakuasi mandiri. Langkah tersebut dilakukan saat ada peringatan dini tsunami maksimal 5 menit setelah gempat terjadi.
Salah satunya, warga harus segera evakuasi diri ke tempat tinggi saat terjadi peringatan tsunami dibunyikan.
Menurut dia, jika masyarakat dan pemda telah siap, maka jumlah korban jiwa maupun kerugian materi dapat diminimalisasi.
"Dengan skenario terburuk ini, pemerintah daerah bersama-sama masyarakat bisa lebih maksimal mempersiapkan upaya mitigasi yang lebih komprehensif," tutur Dwikorita Karyani.
"Jika masyarakat terlatih, maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut," sambung dia.
Mendorong agar skenario terburuk disiapkan, Dwikorita menambahkan informasi bahwa hingga kini tidak ada teknologi di satu negara mana pun yang mampu memprediksi waktu terjadinya gempa dan tsunami secara tepat dan akurat.
Prediksi gempa dan tsunami hingga kini masih sebatas kajian yang didasarkan pada salah satunya adalah sejarah gempa di wilayah tersebut.
Lebih lanjut, Dwikorita merekomendasikan agar pemda menyiapkan dan menambah jalur-jalur evakuasi lengkap dengan rambu-rambu di zona merah menuju zona hijau.