Rebo Wekasan Dipercaya Sebagai Hari Turunnya Bencana & Musibah? Ini Dalil dan Penjelasan Dalam Islam
Apa itu Rebo Wekasan atau Rabu Wekasan dan bagaimana hukumnya dalam Islam? Ini penjelasan
TRIBUNCIREBON.COM- Apa itu Rebo Wekasan atau Rabu Wekasan dan bagaimana hukumnya dalam Islam?
Rebo Wekasan merupakan hari Rabu pamungkas atau hari Rabu terakhir di Bulan Safar, bulan ke-2 pada penanggalan Hijriyah.
Di kalangan masyarakat Jawa, Rebo Wekasan dipercaya sebagai hari turunnya musibah dan bala bencana, sehingga masyarakat biasa melakukan ritual tolak balak.
Diketahui Bulan Safar 1443 Hijriyah jatuh pada Rabu, 8 September 2021 dan berakhir Kamis, 7 Oktober 2021.
Baca juga: Niat Shalat Sunnah Rebo Wekasan, Disebut Amalan Untuk Tolak Bala, Ini Penjelasan Tentang Bulan Safar
Menurut kalender, Rabu terakhir di Bulan Safar jatuh pada tanggal 29 September 2021.
Nama lain dari Rebo Wekasan adalah Rabu Pamungkas, Arba Mustakmir atau Arba Musta'mir.
Tradisi tolak balak pada Rebo Wekasan ternyata tidak hanya ada di Indonesia. Bangsa Arab terdahulu juga meyakini hal serupa, yaitu menganggap Bulan Safar sebagai bulan sial.
Lantas bagaimana Rebo Wekasan dalam Islam?
Dikutip dari Tebuireng Online, A. Muabrok Yasin, Pengasuh Rubrik Tanya Jawab Fiqh Tebuireng online menjelaskan, memang terdapat hadits dla'if (tidak memenuhi syarat sahih) yang menerangkan tentang Rabu terakhir di Bulan Shafar, yaitu:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي..
"Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: 'Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus." HR. Waki' dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami' al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-'Ilal al-Jami' al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).
Selain dla'if, hadits ini juga tidak berkaitan dengan hukum (wajib, halal, haram, dll), melainkan hanya bersifat peringatan (at-targhib wat-tarhib).
Sementara hukum meyakini datangnya malapetaka di akhir Bulan Shafar, sudah dijelaskan dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.
"Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: "Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang." (HR. al-Bukhari dan Muslim).