Kelaparan Karena Pemerintahan Taliban, Seorang Ayah Terpaksa Jual Anaknya untuk Beri Makan Keluarga

Ayah di Afghanistan mengaku putus asa dan terpaksa menjual anaknya 420 poundsterling (Rp 8,3 juta) untuk memberi makan anggota keluarga

AFP
Seorang wanita memperhatikan baju yang ingin dibeli di sebuah pasar yang tampak sepi dari pembeli di Kabul, Afghanistan, Rabu (25/8/2021). 

TRIBUNCIREBON.COM- Krisis pangan dan kelaparan melanda rakyat Afghanistan di bawah pemerintahan baru Taliban.

Bahkan kini rakyat Afghanistan harus menghadapi musuh baru yaitu kemiskinan dan kelaparan.

Seorang ayah di Afghanistan mengaku putus asa dan terpaksa menjual anaknya 420 poundsterling (Rp 8,3 juta) untuk memberi makan anggota keluarga yang tersisa.

Mir Nazir satu di antara jutaan orang Afghanistan, yang menghadapi kesengsaraan hidup di bawah kendali Taliban, yang sekarang mulai menerapkan aturan keras mereka.

Baca juga: Gencar Vaksinasi Covid-19, Pemkab Majalengka Optimistis Herd Immunity Masyarakat Segera Terbentuk

Ketika nilai tukar mata uang Afghanistan jatuh dan harga-harga melambung, banyak orang Afghanistan terpaksa menjual apa pun yang mereka miliki untuk dapat bertahan hidup.

Nazir, pria 38 tahun yang seorang mantan perwira polisi menghadapi keputusan yang sangat sulit untuk menjual anak sendiri yang berusia 4 tahun kepada penjaga toko yang tidak memiliki anak.

Keputusannya itu semata untuk bisa memberi makan seluruh anggota keluarganya yang lain, seperti yang dilansir The Sun pada Kamis (9/9/2021).

Dia telah tawar-menawar dengan pemilik toko di pasar Jada-e-Maiwan, Kabul, menurut laporan The Times.

"Saya akan lebih memilih mati dari pada menjual anak perempuan saya," ujarnya sedih.

"Namun, kematian saya tidak dapat menyelamatkan semua keluarga saya.

Siapa yang akan memberi makana anak-anak saya yang lain?

Ini tentang pilihan. Ini tentang keputusasaan," lanjutnya dengan pahit.

"Saya menerima tawaran dari pemilik toko, seorang pria yang saya tahu dia tidak memiliki anak," ucapnya.

Dia mengatakan pemilik toko menawarkan 20.000 afghani untuk membeli putrinya Safia, yang akan tinggal bersama dan mulai bekerja di tokonya.

"Jika saya bisa mendapatkan 20.000 afghani untuk membelinya kembali, dia bilang begitu," ujarnya.

"Tapi, saya tidak bisa menjual anak perempuan saya dengan harga harga semurah itu, jadi saya meminta 50.000 afghani. Kami masih berdiskusi," ungkapnya.

"Dia mungkin memiliki masa depan yang lebih baik dengan bekerja di toko dari pada tinggal bersama saya, dan harganya mungkin menyelamatkan keluarga saya," terangnya.

Nazir melarikan diri ke Kabul bersama istri dan 5 anaknya sebelum Taliban merebut ibu kota, dan sekarang bekerja sebagai kuli di pasar.

Namun, upahnya tidak cukup untuk membayar sewa.

"Kami lega bahwa perang dan pertempuran telah berakhir, tetapi kami semua menghadapi musuh baru, kemiskinan," katanya.

Keadaan ekonomi Afghanistan yang mengerikan telah diperburuk oleh penarikan pasukan bantuan asing, yang menyumbang tiga perempat dari pengeluaran publik.

Cadangan uang dari pemerintah Afghanistan sebelumnya juga telah dibekukan, saat Taliban merebut kendali negara.

Pada akhir Agustus, Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP PBB) memperingatkan bahwa pasokan makanan di Afghanistan akan segera habis.

WFP mengatakan sedang berjuang mendapatkan pasokan untuk negara yang berpenduduk 18,5 juta orang dan bergantung pada bantuan asing.

Baca juga: Di Bawah Pemerintahan Taliban, China Janjikan Bantuan Rp 441,6 Miliar untuk Afghanistan

Baca juga: Pasukan Taliban Tindak Keras Demonstrasi Wanita Afghanistan, Mencambuk dan Memukul

Warga Afghanistan Kelaparan

Juru bicara Kelompok Taliban, Suhail Shaheen mengakui saat ini Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan dari negara-negara tetanga dan negara-negara di kawasan regional.

Saat ini ada sekitar 30–50 juta warga Afghanistan tengah kelaparan dan membutuhkan bantuan.

“Mereka sangat membutuhkan makanan dan bantuan sesegera mungkin. Orang-orang Afghanistan.

Mereka hidup di bawah garis kemiskinan, jadi ini adalah tantangan dan prioritas bagi kami," ujarnya  dalam sebuah wawancara yang dikutip dari APTN pada Kamis (9/9/2021).

Shaheen menyebut selama 20 tahun belakangan, rakyat Afghanistan telah menderita.

“Kami tidak menginginkan bantuan ini untuk diri kami sendiri.

Kami menginginkan ini untuk rakyat kami, karena rakyat kami, mereka telah banyak menderita karena 20 tahun terakhir dan ini adalah waktu kritis,” katanya.

Selain membutuhkan bantuan kemanusiaan, Taliban juga membuka kerja sama dengan China dalam membangun Afghanistan.

Ia menyebut, menjalin hubungan baik dengan China adalah kebijakan dari Kelompk Taliban.

“Kebijakan kami adalah memiliki hubungan baik dengan China. Ini didasarkan pada kebijakan kami”, ungkah Shaheen .

Berita tentang Taliban Afghanistan

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved