Virus Corona Mewabah

Mahasiswa di Medan Wafat Seusai Disuntik Vaksin Covid-19, Semalaman Demam dan Positif, Pamannya Koma

"Kalau tahu seperti ini kami tidak akan menyuruh anak saya untuk vaksin," ujarnya.

Editor: Fauzie Pradita Abbas
Istimewa
Ilustrasi jenazah di kamar mayat 

TRIBUNCIREBON.COM, MEDAN - Kabar duka datang dari Medan, Sumatera Utara.

Seorang mahasiswa meninggal usai divaksin Covid-19.

Mahasiswa tersebut bernama Irwin Perdana Nasution (21).

Sang ibu, Rahma Dewi (42), menuturkan detik-detik anaknya meninggal dunia seusai divaksin Covid-19.

Ia mengatakan Irwin menjalani vaksinasi di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Medan di Belawan.

Menurutnya, Irwin merupakan mahasiswa semester 6 di Politeknik Pariwisata Medan (Poltekpar).

Sebelum meninggal, Irwin beberapa hari dirawat di Rumah Sakit

Menurutnya, anaknya berangkat vaksin tanggal 5 Juli 2021 bersama adiknya, paman, sepupunya, dan tantenya berjumlah total 5 orang ke Kantor Kesehatan Kelas I Medan di Belawan.

Saat berangkat, Dewi mengatakan anaknya dalam keadaan sehat walafiat tanpa gejala sakit apa pun.

"Awalnya di tanggal 5 Juli anak saya pergi vaksin bersama adiknya, omnya, sepupunya, dan tantenya. Waktu dari rumah anak dalam keadaan sehat, tanpa ada keluhan sakit segala macamlah," ujarnya, Jumat (23/7/2021) di rumahnya di Jalan Karya Setia, Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat.

Ia mengatakan sepulang vaksin, anaknya langsung demam tinggi hingga tak sembuh-sembuh meski telah diberikan obat selama berhari-hari.

"Pulang dari vaksin, malamnya demam tinggi. Saya pikir karena reaksi obat, jadi dikasih obat demam. Ternyata enggak turun panasnya. Keesokan harinya dikasih juga obat dan kebetulan opanya (kakek) dokter. Opanya mengecek kondisi cucunya dan memberikan obat dan ternyata juga tidak sembuh," ucapnya.

Setelah beberapa hari, kondisi Irwin makin parah hingga hilang indra penciuman dan perasa.

"Setelah itu selang beberapa hari, anak itu hilang indra penciuman dan indra perasa. Dan mertua menggantikan obat. Tidak sembuh juga hanya yang berkurang batuk," ujarnya.

Hingga, akhirnya ia memutuskan untuk melakukan swab antigen dan PCR di Rumah Sakit Imelda Medan.

"Hari selanjutnya, saya berkonsultasi dengan sepupu untuk dibawa ke RS Imelda disarankan supaya diswab antigen dulu. Untuk memastikan apakah penyakit biasa atau Covid19. Jadi setelah saya di sana, awalnya saya bilang saya takut untuk membawa ke rumah sakit. Walapun cuma swab, saya takut itu nanti ditahan dan diisolasi. Sepupu saya meyakinkan bahwa hanya diperiksa, dan apabila hasilnya positif bisa diisolasi di rumah," katanya.

Irwin melakukan swab pertama pada hari Sabtu tanggal 10 Juli 2021 dan hasilnya positif.

Pada saat itu juga Irwin telah mengeluhkan sesak di dadanya.

"Kami ke sana di hari Sabtu dan diperiksa, diswab, hasilnya positif. Kemudian dirontgen segalanya, udah gitu di PCR pertama. Waktu di PCR Pertama diswab anak saya diberikan oksigen karena anak saya sedikit sesak. Alhamdulillah saat itu berkurang sesaknya. Kami pun pulang," katanya.

Lalu pada Minggu, 11 Juli 2021, ia kembali membawa anaknya swab dan saat pulang swab kondisinya semakin parah hingga harus dirawat.

"Lalu di hari Minggu juga di PCR kembali. Di PCR keduanya posisi anak sudah mulai sesak lagi dan saya minta diberikan oksigen tapi enggak nginap. Setelah pulang dari PCR kedua kami pulang, baru sorenya menjelang pukul 4 sore tiba-tiba sesak mendadak. Kemudian kami larikan ke RS Imelda, sesampainya di sana disarankan agar segera diisolasi," ucapnya.

Dewi akhirnya menyetujui anaknya untuk diisolasi melihat kondisinya yang semakin parah.

"Kami isolasikan anak kami menandatangani persyaratan isolasinya gimana, sampailah berita kalau seandainya pasien meninggal syaratnya begini saya tandatangani. Lalu di hari Minggu itu tanggal 11 Juli anak saya diisolasi," ucapnya.

Dewi terlihat menitikkan air mata saat menceritakan hal ini.

Pada awal diisolasi anaknya masih dalam kondisi terkontrol, hingga akhirnya pada hari kelima, anaknya sudah semakin memburuk hingga harus menggunakan ventilator.

"Lalu di hari ke lima sampai hari ke delapan itu anak saya pakai bantuan oksigen saja. Ini sudah pakai ventilator dan posisinya tidur duduk sangat menghawatirkan," ucapnya.

Setelah dipasang ventilator, kondisi Irwin makin memburuk hingga akhirnya mengembuskan napas pada hari Rabu tanggal 21 Juli 2021.

"Setelah itu kondisi makin menurun naik turun, naik turun kadang bagus kadang enggak. Saya nanyak juga kata dokter begitulah itu terus terakhir kalinya. Di hari Rabunya saya chatingan sama anak saya. Anak saya bilang, sebentar ya Mak, Abang mau pakai oksigen dua ini Mak, anak saya bilang saturasi Abang turun Mak. Terus saya tanya dari berapa ke berapa saturasinya. Saturasinya turun di 81 dan setelah memakai oksigen dua dia naik saturasinya menjadi 86. Saya lemas mendengarnya panik. Saya langsung ke rumah sakit," ujarnya.

"Kondisi anak saya dan ternyata sampai sore harinya tiba-tiba ngedrop saturasinya turun sampai akhirnya anak saya meninggal," tambahnya.

Dewi juga menjelaskan bahwa keluarganya yang lain yaitu paman korban bernama Irfan Rasyid Nasution juga dalam kondisi koma pascadivaksin di tempat yang sama.  

"Omnya juga setelah di vaksin sama gejalanya seperti anak saya. Masih di ruang ICU kalau (omnya)," katanya.

Ia menjelaskan bahwa anaknya ngebet untuk vaksin karena kampusnya Politeknik Pariwisata Negeri Medan yang mengharuskan mahasiswanya memiliki sertifikat vaksin agar bisa mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL).

"Kalau tahu seperti ini kami tidak akan menyuruh anak saya untuk vaksin," ujarnya.

Dewi yang sudah ditinggalkan suami dan hanya memiliki satu anak berharap agar pemerintah memperhatikan keluarganya terutama kematian anaknya pascadivaksin ini.

"Saya berharap supaya pemerintah memberikan perhatian kepada kematian anak kami, karena sebelumnya anak kami ini sehat dan tidak ada gejala penyakit apa pun. Namun setelah divaksin malah menjadi seperti ini, anak saya semakin parah mulai dari demam hingga sesak seperti ini. Apa sebenarnya kegunaan vaksin ini kok malah memperparah anak saya. Jadi saya meminta supaya diberikan penjelasan apa sebenarnya isi vaksin ini, kok malah membuat anak saya seperti ini," ujarnya.

"Berikutnya supaya pemerintah memperhatikan apa dampak dari vaksin ini, kalau seperti ini kami sekeluarga besar menjadi takut divaksin, dan kami berharap tidak ada keluarga lain yang menjadi korban dari keharusan vaksin ini," katanya sambil menunduk dan terisak-isak.

Baca juga: Menuju Herd Immunity, 8 Juta Vaksin Sinovac Tahap ke-29 Tiba di Indonesia

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul KRONOLOGI Meninggalnya Mahasiswa Setelah Divaksin, Ibunda Irwin Perdana Bilang Awalnya Anaknya Sehat.

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved