Human Interest Story
Kisah Bang Doel, Penjual Lumpia di Subang Hidup Sulit di Masa PPKM, Tetap Yakin Pandemi Berakhir
Pasalnya selama sekolah ditutup sementara hampir dua tahun, pedagang kecil yang biasa mangkal di tiap sekolah banyak yang gulung tikar.
Laporan Kontributor Tribun Jabar, Irvan Maulana
TRIBUNCIREBON.COM, SUBANG - Penerapan aturan PPKM Darurat Jawa-Bali berdampak terhadap sektor ekonomi. Tak terkecuali pedagang kecil.
Pasalnya selama sekolah ditutup sementara hampir dua tahun, pedagang kecil yang biasa mangkal di tiap sekolah banyak yang gulung tikar.
Sebelumnya sempat ada wacana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) beberapa waktu lalu, namun seiring meningkatnya kasus positif Covid-19 pascaidulfitri, wacana tersebut nampaknya urung dilakukan.
Semenjak ditetapkannya Pemberlakuan PPKM Darurat Jawa-Bali pada 3-20 Juli 2021 rencana PTM kembali dibatalkan dan simulasinya juga dihentikan.
Hal tersebut tentu saja makin memperparah kondisi para pedagang kecil di sekolah. Salah satunya adalah pedagang lumpia basah Bang Doel. Sebelum pandemi ia biasa mangkal di depan SMPN 1 Subang.
Baca juga: Kapolri Tegaskan Perusahaan Non Esensial & Kritikal Wajib Terapkan Work From Home Saat PPKM Darurat
Baca juga: Petugas Gabungan Tutup Paksa Toko-toko di Indramayu, Tetap Bandel Saat PPKM Darurat Siap-siap Sanksi
Baca juga: Dalam Waktu 3 Hari, Denda Pelanggar PPKM Darurat di Indramayu Sudah Terkumpul Rp 165 Juta
Ketika ditemui Tribun di samping halte SMPN 1 Jalan Letjen Soeprapto Kabupaten Subang pada Senin (5/7/2021), Bang Doel yang nampak murung menahan sedih karena sepi pembeli.
Ia pun menceritakan keluh kesahnya selama hampir 2 tahun sekolah ditutup.
"Lagi ngadem aja siapa tahu ada satu dua orang yang mau beli, soalnya mau pulang juga tanggung belum dapat uang," ujar Doel dengan nada lirih.
Raut wajah Doel memang tak ingin menunjukkan bahwa ia tengah kesusahan. Keadaan payah tersebut ia jalani semenjak sekolah-sekolah ditutup sementara karena pandemi pada 1,5 tahun lalu hingga saat ini.
"Biasanya berangkat jam tujuh pagi sampai mau Zuhur gini baru dapat dua pembeli," kata dia.
Ia juga menceritakan penghasilannya mangkal di sekolah dulu sebelum pandemi dan membandingkannya dengan keadaan saat ini.
"Kalau rata-rata 100 porsi dulu sehari bisa sampai Rp 500 ribu, itu kalau di sekolah saja. Agak sore saya mangkal di sini sebelum pulang 20 porsi biasanya dapatlah," katanya.
Kalau sekarang, sehari full saya dapat 20 porsi itu sudah jago banget, kata Doel. Namun di minggu ini sepertinya peluang ia dapat menjual 20 porsi juga kesulitan.
"Biasanya siang jam segini ada 2-3 orang yang beli dari karyawan kantor, nanti agak sore biasanya banyak yang pulang kantor mampir beli, sekarang katanya PPKM itu kantor juga ditutup yah. Gak tahu juga sampai sore dapat berapa," tuturnya.
Semenjak pandemi saja, penghasilan Doel sudah turun 80 persen, apa lagi di masa PPKM seperti saat ini.
"Saya bawa pulang uang Rp 150 ribu saja sudah untung sekarang mah, dari kemarin malah cuma dapat Rp 70 ribu gak tau hari ini dapat berapa sampai sore," ujarnya.
Seperti diketahui pemerintah juga memberikan bantuan selama pandemi, selain sembako, tunjangan lain untuk para pelaku UMKM sebanyak Rp 2,4 juta juga digelontorkan oleh pemerintah.
Namun tidak demikian untuk Doel dia tak menikmati jenis bantuan apapun selama pandemi berlangsung.
"Saya gimana mau dapat, saya di sini cuma merantau KTP saya bukan di Subang mana ada data saya di sini," kata dia.
Doel tinggal di rumah kontrakan di Subang bersama sang istri dan kedua anaknya.
Sudah dua kali Idulfitri Doel dan keluarga juga tak bisa mudik ke kampung halamannya di Pemalang Jawa Tengah.
Ia juga mengaku sudah 4 bulan lebih belum membayar sewa kontrakan, namun Doel masih beruntung anak-anaknya bisa disubsidi kuota untuk sekolah online. Urusan jajan kedua anaknya Doel juga tak kesulitan.
"Sehari mereka cukup Rp 10 ribu, Alhamdulillah gak rewel kuota belajar juga dikasih sekolah," ucapnya.
Keadaan keluarga Doel yang sulit saat ini juga tak dikeluhkan Doel. Ia meyakini ujian pandemi ini akan segera berakhir.
"Saya juga tak sendirian mungkin di luar sana masih banyak yang lebih susah, teman saya sendiri sesama pedagang di sekolah malah lebih parah dia gak bisa belanja lagi pulang ke kampung juga gak bisa," katanya. (*)