Info Gempa Bumi
Gempa Megathrust Ancam Pantai Barat Sumatera dan Selatan Jawa, Ahli: Belum Bisa Diprediksi
Pada sekitar Februari-Maret 2020 lalu, hasil kajian BMKG telah menyebutkan adanya potensi wilayah pesisir Sukabumi termasuk zona megathrust
TRIBUNCIREBON.COM - Potensi ancaman gempa megathrust kembali menjadi topik hangat di masyarakat.
Hal ini karena sempat disinggung Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Rakornas BP) secara virtual, Kamis (4/3/2021).
"Kita ini takut megathrust. Megathrust yang bisa terjadi di pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa. Di mana, kapan, dan bagaimana itu yang kita tidak tahu," kata Luhut.
Luhut juga menyebutkan potensi gempa megathrust di Indonesia, mungkin terjadi di barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa.
Sebelumnya, isu potensi ancaman gempa di zona megathrust dan tsunami juga sempat menghebohkan masyarakat Indonesia pada tahun 2020 lalu.
Pada sekitar Februari-Maret 2020 lalu, hasil kajian Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah menyebutkan adanya potensi wilayah pesisir Sukabumi termasuk zona megathrust yang dapat memicu gempa dan tsunami.
Bahkan dari hasil pemodelan peta tingkat guncangan gempa (shakemap) oleh BMKG, dengan skenario gempa berkekuatan M 8,7 di zona megathrust menunjukkan dampak gempa di Sukabumi dapat mencapai skala intensitas VIII-IX MMI yang artinya dapat merusak bangunan.
Baca juga: LINK Live Streaming Burnley vs Arsenal Main Satu Jam Lagi, The Gunners Siap Hapus Rekor Buruk
Baca juga: Ashanty Akhirnya Beberkan soal Anang Tak Ikut Terpapar Covid-19, Akui Sedang Tidak Tidur Satu Kasur
Baca juga: Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta Malam Ini, Sosok Wanita Misterius Muncul, Sementara Andin Menghilang
Apa tanggapan ahli?
Menanggapi topik potensi ancaman gempa dan tsunami di zona megathrust ini pakar tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, angkat bicara.
Menurut Widjo, memang benar bahwa tsunami yang bersumber dari gempa megathrust di Indonesia akan berdampak katastropik yaitu tinggi tsunami bisa lebih dari 10 meter, tetapi ia menegaskan belum ada kajian terperinci dan detail mengenai hal ini.
"Gempa megathrust di wilayah kita dengan Magnitude di atas M 8,5 timbulkan tsunami lebih dari 10 meter, dengan rendaman bisa lebih dari 2-3 kilometer jauhnya ke daratan," kata Widjo kepada Kompas.com, Jumat (5/3/2021).
Sehingga, jika gempa di zona megathrust ini terjadi, hampir dipastikan tidak ada bangunan atau perumahan yang bisa bertahan, kecuali bangunan yang dirancang khusus tahan gempa atau tsunami barangkali bisa bertahan.
Baca juga: Begini Isi Hati Teddy Syach dan Kondisi Anaknya, Diungkap Setelah Tiga Hari Rina Gunawan Meninggal
Baca juga: Harga HP Oppo A92 varian 6/128GB Semakin Murah Saja, Hanya Rp 3,2 jutaan, Ini Spesifikasinya
Baca juga: Tukang Cukur di Cirebon Berpenampilan Seperti Jack Sparrow Sejak 4 Tahun Lalu, Ini Ceritanya
Luhut dalam pembahasannya juga menyebutkan beberapa daera zona aktif gempa pada Januari 2021 yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah. Di antaranya adalah Aceh, Nias, Padang, Bengkulu, Lombok, Sumbawa, Sumba, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Laut Maluku, dan Seram.
Widjo menjelaskan, Aceh sudah dihantam gempa besar dengan kekuatan magnitudo M 9 di tahun 2004 lalu.
Fenomena tersebut diprakirakan akan berulang dalam beberapa ratus tahun ke depan, yaitu sekitar 400-600 tahun lagi di sumber titik lokasi yang sama.
Akan tetapi, hal ini bukan berarti masyarakat bisa abai dari kewaspadaan potensi gempa bumi yang lebih kecil kekuatan magnitudonya.
"Gempa bumi yang lebih kecil juga tetap bisa timbulkan tsunami dengan kategori moderate atau medium," ucap dia.
Wilayah potensi gempa megathrust belum bisa dipastikan Dijelaskan Widjo, beberapa bulan terakhir aktivitas gempa bumi secara beruntun terjadi di daerah megathrust salah satunya seperti Megathrust Enggano.
"Ini perlu diwaspadai, mengingat hasil kajian yang menunjukkan gempa bumi besar hampir selalu diikut dengan gempa pendahuluan," ujarnya.
Mengenai daftar wilayah yang berpeluang terdampak jika gempa megathrust dan tsunami katastropik terjadi, Widjo dengan tegas mengatakan tidak ada yang tahu pasti kapan dan di mana titik gempa zona megathrust itu akan terjadi.
"Bagaimana pun, gempa bumi masih belum bisa diprediksi secara tepat, baik magnitudo, lokasi dan waktunya," jelasnya.
Oleh karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) perlu menyiapkan mitigasi yang baik di setiap daerah yang berpotensi tinggi terhadap gempa bumi yang bisa diikuti tsunami.
"Peta bahaya tsunami dan evakuasi dengan skala yang detil serta protokol evakuasi perlu disosialisasikan dan rutin ke masyarakat secara rutin," ujarnya.
Apa Itu Megathrust?
Dalam wawancara dengan Kompas.com, Sabtu (7/4/2018), Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, megathrust bisa diartikan sesuai dengan kata penyusunnya.
"Thrust" merujuk pada salah satu mekanisme gerak lempeng yang menimbulkan gempa dan memicu tsunami, yaitu gerak sesar naik.
Dengan demikian, megathrust bisa diartikan gerak sesar naik yang besar.
Daryono menjelaskan, mekanisme gempa megathrust bisa terjadi di pertemuan lempeng benua. Dalam geologi tektonik, wilayah pertemuan dua lempeng disebut zona subduksi.
Sementara zona megathrust terbentuk ketika lempeng samudra bergerak ke bawah menghunjam lempeng benua dan menimbulkan gempa bumi.
Baca juga: Ngopi-ngopi Berujung Ambil Alih Jabatan Ketua Umum Partai Demokrat, Moeldoko Auto Disindir AHY
Baca juga: SBY Sangat Menyesal Pernah Angkat Moeldoko Jadi Panglima TNI: Saya Mohon Ampun pada Allah SWT
Baca juga: Ramalan Zodiak Kesehatan, Sabtu 6 Maret 2021, Aries Sakit Kepala Tiba-tiba, Gemini Mental Memburuk
"Zona subduksi ini diasumsikan sebagai sebuah zona 'patahan naik yang besar' atau populer disebut zona megathrust," kata Daryono.
Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.
"Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting)," terangnya.
Daryono menerangkan, jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman sekitar 50 kilometer, mencakup bidang kontak antarlempeng.
Zona megathrust di Indonesia bukan hal baru karena sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
Sebagai sebuah area sumber gempa, maka zona ini dapat memunculkan gempa bumi dengan berbagai magnitudo dan kedalaman.
Gempa megathrust dianggap menakutkan karena dianggap selalu bermagnitudo besar dan memicu tsunami.
"Namun demikian, data menunjukkan sebagian besar gempa yang terjadi di zona megathrust adalah gempa kecil dengan kekuatan kurang dari 5,0," kata Daryono.
Menurut Daryono, yang terlibat dalam Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) 2017, zona megathrust di Indonesia berada di zona subduksi aktif seperti: Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba Subduksi Banda Subduksi Lempeng Laut Maluku Subduksi Sulawesi Subduksi Lempeng Laut Filipina Subduksi Utara Papua.
Dalam wawancara dengan Kompas.com, 26 September 2020, Daryono mengatakan, saat ini segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya.
Namun, dia mengingatkan, seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar. Besarnya kekuatan gempa tidak bisa diprediksi dan sangat bergantung pada gerak serta kedalamannya.
Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru gempa kecil yang lebih banyak terjadi di zona megathrust.
Kendati demikian, zona megathrust juga dapat memicu gempa besar.
"Khusus segmen megathrust di selatan Jawa Barat dan Banten, wilayah ini memiliki potensi magnitudo maksimum M 8,8," katanya.
Tidak setiap gempa megathrust menimbulkan tsunami. Syarat terjadinya tsunami adalah gempa besar, hiposenter dangkal, dan gerak sesar naik.
Para ahli dan instansi tanggap darurat bencana terus melakukan penelitian dan pembaruan data peta kerawanan gempa.
Jika terjadi gempa yang magnitudonya lebih besar dari gempa-gempa yang pernah terjadi sebelumnya, maka akan merubah titik-titik kerawanan. Untuk itulah, perlunya dilakukan pemutakhiran Peta Sumber dan Bahaya Gempa di Indonesia pada periode waktu tertentu.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ahli: Lokasi dan Waktu Gempa Megathrust Tidak Bisa Dipastikan", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/sains/read/2021/03/06/170200423/ahli--lokasi-dan-waktu-gempa-megathrust-tidak-bisa-dipastikan?page=all.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Gloria Setyvani Putri
Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L