Mapag Tamba di Indramayu, Perangkat Desa Pakai Baju Serba Putih Bawa 9 Mata Air Suci Keliling Desa
Ritual Mapag Tamba menjadi tradisi rutin warisan leluhur yang masih dilestarikan oleh masyarakat petani di Kabupaten Indramayu.
Penulis: Handhika Rahman | Editor: Mutiara Suci Erlanti
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman
TRIBUNCIREBON.COM, INDRAMAYU - Ritual Mapag Tamba menjadi tradisi rutin warisan leluhur yang masih dilestarikan oleh masyarakat petani di Kabupaten Indramayu.
Seperti yang dilakukan masyarakat di Desa Tugu, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Jumat (12/2/2021).
Sejak pagi buta, sejumlah perangkat desa yang berjumlah 15 orang sudah bersiap mengeliling desa dengan mengenakan pakaian tertutup serba putih seperti ninja.
"Pakai pakaian putih ini melambangkan suci, mereka itu dianggap sebagai orang-orang yang melimpahkan tambah atau obat, jadi istilahnya mereka ini adalah orang-orang pilihan," ujar Pjs Kepala Desa Tugu, Iswanto kepada Tribuncirebon.com seusai kegiatan.
Baca juga: Doa Rasulullah SAW untuk Menyambut Bulan Rajab, Umat Islam Dianjurkan Juga untuk Puasa

Iswanto menceritakan, dalam pelaksanaan ritual itu, mereka akan membawa sebuah bilah bambu berisikan 9 mata air.
Masyarakat menyebut air itu dengan istilah air suci, yang sebelumnya diambil dari berbagai sumur tua, termasuk air laut.
Lanjur Iswanto, sejumlah perangkat desa yang bertugas itu kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok dan disebar ke berbagai penjuru desa.
Baca juga: Pemuda di Jatiroke Jatinangor Babak Belur Diamuk Warga, Diduga Mau Mencuri Sepeda Motor
Baca juga: Roma Irama Ditangkap Polisi Gara-Gara Pukul Tetangga Menggunakan Kayu, Korban Luka Memar
Masing-masing kelompok akan berjalan dengan menempuh jarak yang sebelumnya sudah ditentukan secara bersama-sama sampai seluruh desa khususnya areal pesawahan sekitar 603 hektare terkelilingi seluruhnya.
"Sebelumnya pada malam hari juga digelar ritual doa minta ridho dari Allah dan tahlilan yang dipimpin oleh para ketua desa, lokasinya di balai desa," ucapnya.
Yang menarik dari Tradisi Mapag Tamba ini, disampaikan Iswanto, perangkat desa yang bertugas mengelilingi desa itu harus puasa berbicara.
Mereka tidak boleh mengeluarkan sepatah kata apapun mulai dari keluar balai desa sampai dengan kembali lagi.
Tradisi ini pun hanya digelar setiap musim tanam saja saat usia tanaman padi sudah berumur 40-50 hari.
Pelaksanaanya pun wajib dilakukan setiap hari Jumat.
Baca juga: Dimas Beck Sudah Jarang Banget Nongol di TV, Siapa Sangka Ternyata sedang Sibuk, Punya Bisnis Top
"Waktunya juga harus dilakukan sebelum matahari terbit," ujarnya.
Iswanto menyampaikan, ada sekitar 2.700 kepala keluarga di Desa Tugu, mayoritasnya adalah petani.
Masyarakat percaya, dengan digelarnya ritual ini dapat membawa berkah berupa panen melimpah dan terhindar dari hama yang dapat merusak tanaman.
Hal ini dibuktikan pula dengan hasil rata-rata panen para petani di desa setempat yang relatif lebih melimpah dibanding desa-desa lainnya.
Pada musim tanam kedua, petani yang memiliki lahan seluas 10 bata bahkan bisa memperoleh hasil panen sampai sekitar 1 kwintal.
"Kalau lagi ada hama yang menyerang atau ada bencana memang sama terdampak seperti desa lain, tapi hasil panen di sini kalau dibanding desa lain relatif lebih banyak," ujar dia.
Disampaikan Iswanto, pemerintah Desa Tugu, sudah sejak dahulu berkomitmen untuk tetap melestarikan tradisi warisan leluhur yang satu ini.
Tradisi Mapag Tamba pun sudah mendapat sertifikat warisan budaya tak benda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI).
"Di Indramayu (yang mendapat sertifikat) ada Tradisi Ngarot dan Tradisi Mapag Tamba. Kita juga ingin kedepannya, tradisi ini bisa diadakan seperti festival sama seperti Ngarot," ucapnya.