Terdampak PPKM, Omzet Usaha Jasa Wisata dan Hotel di Kuningan Menurun Hingga 50 Persen
Beberapa hotel ada mendapat CHSE, namun itu tidak mendongkrak pendapatan dari waktu sebelum pandemi covid-19 ini
Penulis: Ahmad Ripai | Editor: Machmud Mubarok
Laporan Kontributor Kuningan, Ahmad Ripai
TRIBUNCIREBON.COM, KUNINGAN – Sejumlah sektor, khususnya sektor wisata dan hotel, terdampak penerapan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di Kuningan.
Pendapatan sektor wisata ini menurun hingga 50 persen.
“Akibat PKKM ini penurunan pendapat secara global terjadi hingga sebesar 50 persen,” ungkap Ketua Harian Pengurus Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Kuningan, Isan Darmawan kepada wartawan saat ditemui di Hotel Grand Cordela Kuningan, Jum’at (15/1/2021).
Baca juga: Raffi Ahmad Dilaporkan oleh David Tobing, Ternyata Sosok Ini Bukan Orang Sembarangan, Ini Profilnya
Baca juga: Link Live Streaming Liverpool Vs Manchester United Akhir Pekan Ini, Berikut Prediksi Lihat di Sini
Baca juga: Gunung Semeru Meletus, Keluarkan Awan Panas 4,5 Kilometer, Begini Statusnya Sekarang
Mengenai jumlah hotel di Kuningan berdasarkan ukuran bangunan besar dan kecil itu ada sebanyak 40 unit.
“Iya untuk jumlahnya itu ada 40 hotel, mulai dari daerah Sangkanhurip, Linggajati, hingga Kuningan kota seperti Grand Cordela ini,” ungkap Isan.
Di masa pandemi Covid-19,kata dia, ada beberapa hotel di Kuningan telah mendapat sertifikat CHSE (Cleanlinis,Health, Safety adan Environment).
“Beberapa hotel ada mendapat CHSE, namun itu tidak mendongkrak pendapatan dari waktu sebelum pandemi covid-19 ini,” katanya.
Kondisi makin parah saat Kuningan melaksanakan jam pembatasan melalui PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
“Sejak ada penerapan PSBB, perlu diketahui ada sejumlah hotel hingga sekarang ada yang tutup,” ujarnya.
Menyinggung soal Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kuningan ini, Isan mengatakan, sektor wisata merupakan penyumbang terbesar hingga saat sekarang.
“Penyumbang terbesar PAD dari wisata dan angkanya pun stuck, segitu – gitu aja. Artinya, selama ini memang berjalan masing – masing daripada manajamen itu sendiri,” katanya.
Isan mengatakan, ketika menjalankan paket hotel seharga Rp 600 ribu per orang per malam, ternyata juga tidak bisa mendongkrak pendapatan penghasilan.
“Sebab dari paketan itu, selama dua tahun hanya laku kepada beberapa orang saja. Nah, dari sini berarti belum ditemukannya terobosan secara masif dari pengusaha dan pemerintah dalam mendongkrak PAD,” katanya.
Isan mencontohkan, kurang perhatian pemerintah itu bisa terlihat di setiap lingkungan dan akses menuju hotel atau wisata di tempat tertentu.
“Misal di Jalan Siliwangi ini yang sering macet dan crowded kendaraan kurang bersihnya lingkungan, dan ini salah satu faktornya wisatawan enggan kembali datang,” katanya. (*)