Fahri Hamzah Batal Nikmati Duit Rp 30 Miliar, Peninjauan Kembali PKS Dikabulkan Mahkamah Agung

Dalam perkara tersebut, Fahri Hamzah berstatus sebagai termohon, sedangkan pihak pemohonnya yakni Dewan Pengurus Pusat PKS

Editor: Machmud Mubarok
Mata Najwa Trans 7
Mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengaku mengalami kerugian lebih dari Rp 200 juta karena bisnis ekspor bayi lobster 

TRIBUNCIREBON.COM - Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) terkait perselisihan antara PKS dan Fahri Hamzah.

Dengan dikabulkannya PK tersebut, MA menggugurkan kewajiban PKS membayar ganti rugi Rp 30 miliar kepada Fahri sebagaimana putusan kasasi MA.

"Ya benar (PK dikabulkan, menggugurkan kewajiban ganti rugi Rp 30 miliar)," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi, Selasa (15/12/2020).

Baca juga: Ini Profil Kharisma Aura Gadis Cantik Asli Majalengka, Wakili Indonesia di Miss Grand Internasional

Baca juga: Pria di Bojongherang Cianjur Ditemukan Tewas, Kepala Masuk Kolong Ranjang, Warga Cium Bau Busuk

Baca juga: Teddy Lari Ketakutan saat Ditanya Soal Sule, Ngaku Didatangi Preman: Kehidupan Saya Hancur

Putusan PK itu diketok pada 25 November 2020 oleh majelis hakim yang terdiri dari I Gusti Agung Sumanatha, Ibrahim, dan Sunarto.

Dalam perkara tersebut, Fahri Hamzah berstatus sebagai termohon, sedangkan pihak pemohonnya yakni Dewan Pengurus Pusat PKS cq Abdul Muiz Saadih selaku Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) PKS dan kawan-kawan.

Perseteruan antara PKS dan Fahri Hamzah berlangsung sejak awal 2016 ketika PKS memecat Fahri sebagai kader.

Atas pemecatan itu, Fahri mengajukan gugatan di PN Jakarta Selatan menuntut PKS membayar ganti rugi materiil Rp 1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp 500 miliar.

PN Jakarta Selatan kemudian mengabulkan gugatan Fahri, tetapi PKS mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pada tingkat banding, PKS kembali kalah sehingga PKS mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 28 Juni 2018.

Pada 30 Juli 2018, majelis hakim MA yang dipimpin Maria Anna Samiyati memutuskan menolak permohonan kasasi yang diajukan PKS.

Dalam putusannya, majelis hakim kasasi memerintahkan agar PKS membatalkan pemecatan Fahri dan membayar ganti rugi senilai Rp 30 miliar.

Menanggapi putusan kasasi tersebut, Presiden PKS ketika itu, Sohibul Imam menyatakan PKS mengajukan PK terkait ganti rugi sebesar Rp 30 miliar tersebut.

Kronologi Kasus Fahri

Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan kasasi atas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait pemecatan Fahri.

Seperti dikutip dari situs informasi perkara Mahkamah Agung, permohonan kasasi tersebut oleh Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi PKS Abdul Muis Saadih pada 28 Juni 2018.

Kemudian pada, 30 Juli 2018 majelis hakim MA yang dipimpin oleh Maria Anna Samiyati menolak permohonan kasasi.

Ditolaknya kasasi PKS, maka Fahri berhak mendapat ganti rugi imateril sebesar Rp 30 miliar dan dikembalikan posisinya sebagai anggota partai.

Fahri pun menyatakan akan menempuh langkah agresif dalam merespons putusan MA. Langkah agresif itu ialah mempercepat eksekusi putusan pengadilan agar petinggi PKS membayar ganti rugi imateril sebesar Rp 30 miliar dan membatalkan pemecatan Fahri dari partai. 

"Ini misalkan akan ada ekseskusi, saya ingin ini dieksekusi segera supaya ini harus dikaitkan dengan beban partai yang dipimpin oleh pimpinan-pimpinan yang sekarang ini terbukti berbuat salah," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/8/2018).

Fahri menilai, jika putusan tak segera dieksekusi dikhawatirkan para petinggi PKS tak akan menjalankannya. Ia mengatakan dengan kembalinya hak sebagai anggota partai, dia akan kembali menghidupkan spirit musyawarah dalam PKS.

Menurut Fahri, spirit musyawarah itu telah lama hilang di internal PKS dengan terjadinya banyak pemecatan kader tanpa disertai alasan yang jelas.

Pemecatan itu, kata Fahri, terjadi pada kader yang masih berkomunikasi dengan dirinya saat sengketa berlangsung.

"Pimpinan-pimpinan yang juga tidak mendasarkan tindakannya kepada prinsip musyarawah. Manuver pribadi yang berlebihan. Ini yang saya kira merusak partai," ujar Fahri.

"Jadi sekarang ini jelas bagi kader di bawah itu bahwa yang bikin rusak ini siapa? Yang ngancurin partai ini siapa? Maka saya dengan harapan dan permintaan dari mereka ya saya akan lebih agresif," ucapnya.  

PKS Heran

Sementara itu, Tim Advokasi Hukum DPP PKS Zainudin Paru mengaku heran dengan putusan MA yang menolak gugatan kasasi partainya.

Zainudin menilai putusan tersebut begitu cepat dan mendapat atensi lebih dari ribuan perkara perdata yang masuk ke MA.

"Bagi kami putusan kasasi ini cukup mengherankan karena putusannya begitu cepat. Artinya perkara ini kelihatannya menjadi atensi lebih dari Mahkamah Agung di tengah ribuan perkara kasasi (Perdata Umum) yang masuk ke Mahkamah Agung," ujar Zainudin seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (2/8/2018).

Zainudin menjelaskan, pihaknya baru mendapat pemberitahuan dari MA pada 29 Juni 2018 bahwa permohonan kasasi yang diajukan telah diregister pada 28 Juni 2018.

Perkara tersebut diregister dalam dua Kepaniteraan Perdata yang berbeda. Awalnya permohonan diregister di Panitera Muda Perdata Khusus (Partai Politik), kemudian dipindah ke Perdata Umum diikuti dengan perubahan nomor register perkara.

Berdasarkan Surat Pemberitahuan 6 Juni 2018, Panitera Muda Perdata Khusus MA, Permohonan Kasasi PKS sudah diterima pada 2 April 2018 dan telah didaftar dengan Nomor Register: 607 K/Pdt. Sus-Parpol/2018. 

Pelaporan terhadap Presiden PKS "Namun kemudian kami mendapatkan Surat Pemberitahuan tertanggal 29 Juni 2018 bahwa Permohonan Kasasi kami diregister pada tanggal 28 Juni 2018 dengan Register Nomor: 1876 K/PDT/2018. Apakah kasus ini begitu istimewa karena penggugatnya seorang Wakil Ketua DPR?" kata Zainudin.  

Pemecatan, Tuduhan Fitnah dan Pencemaran Nama Baik

Perseteruan antara pimpinan PKS dan Fahri Hamzah sudah berlangsung sejak awal 2016. Saat itu PKS memecat Fahri sebagai kader.

Majelis Tahkim PKS pada 11 Maret 2016 memutuskan memecat Fahri dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian.

Pada 1 April 2016, Presiden PKS Sohibul Iman menandatangani SK DPP terkait keputusan Majelis Tahkim tersebut.

Dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Fahri menuntut PKS membayar ganti rugi materiil Rp 1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp 500 miliar.

Mereka yang digugat adalah Presiden PKS Shohibul Iman, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Wakil Ketua Dewan Syuro Hidayat Nur Wahid, Abdul Muis dan Abi Sumaid.

Fahri juga menuntut PKS untuk mengembalikan nama baiknya. B

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan sebagian gugatan Fahri. Semua putusan dari DPP PKS dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.

Dengan demikian, Fahri masih sah sebagai kader PKS, anggota DPR dan Wakil Ketua DPR. Majelis hakim juga memerintahkan tergugat agar membayar ganti rugi imateril sebesar Rp 30 miliar.

Sementara atas putusan tersebut pihak PKS mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi hingga kasasi ke Mahkamah Agung.

Perseteruan itu juga berujung pada upaya Fahri melaporkan Presiden PKS Sohibul Iman ke Polda Metro Jaya pada Kamis, 8 Maret 2018.

Fahri menganggap Sohibul telah menyebarkan kabar fitnah dan pencemaran baik atas dirinya. 

Berikut rangkuman kronologi perseteruan antara Fahri Hamzah dan PKS:

1. Evaluasi BPDO PKS

Kisruh PKS dengan Fahri berawal dari evaluasi Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) PKS terhadap kinerja Fahri sebagai pimpinan DPR.

Evaluasi itu dilakukan setelah beberapa kader PKS mengadu ke BPDO.

Mereka merasa terganggu atas sikap Fahri yang dinilai cenderung membela politisi Partai Golkar Setya Novanto selama tersandung kasus 'Papa minta saham'. 

Kasus 'Papa minta saham' adalah kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat meminta jatah saham PT Freeport Indonesia.

Sejumlah kader PKS mendesak politisi dari dapil Nusa Tenggara Barat itu untuk mundur sebagai pimpinan DPR.

Fahri mengakui dirinya sempat ditegur oleh Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini karena terlalu banyak bicara tentang Novanto di media.

Menurut Fahri, masalah ini sudah selesai. Dia sudah menjelaskan kepada Jazuli bahwa rekaman pernyataannya soal kasus Novanto diputar berkali-kali oleh sebuah stasiun televisi swasta.

Oleh karena itu, timbul kesan bahwa dia terlalu banya bicara di media.

2. Dipecat PKS

Majelis Tahkim PKS pada 11 Maret 2016 memutuskan memecat Fahri dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian.

Pada 1 April 2016, Presiden PKS Sohibul Iman menandatangani SK DPP terkait keputusan Majelis Tahkim tersebut.

Pemecatan Fahri sebagai kader PKS berimbas pada statusnya sebagai anggota DPR dan Wakil Ketua DPR. Ada sejumlah 'dosa' Fahri menurut PKS.

Sejumlah pernyataan Fahri dianggap kontroversial oleh DPP PKS, diantaranya: - Fahri menyebut anggota DPR "rada-rada beloon" yang berujung pada dijatuhkannya sanksi ringan kepada Fahri oleh MKD. 

- Fahri mengatasnamakan DPR dan menyatakan sepakat untuk membubarkan KPK, serta pasang badan untuk tujuh megaproyek DPR yang bukan merupakan arahan DPP.

- Ada kesan silang pendapat antara Fahri selaku Wakil Ketua DPR dan pimpinan PKS lainnya.

Silang pendapat itu di antaranya terkait wacana kenaikan gaji dan tunjangan anggota dan pimpinan DPR, serta revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"FH menyebut pihak-pihak yang menolak revisi UU KPK sebagai pihak yang sok pahlawan dan ingin menutupi boroknya. Padahal, di saat yang sama, WKMS (Wakil Ketua Majelis Syuro) dan Presiden PKS telah secara tegas menolak revisi UU KPK," kata Sohibul ketika itu.

3. Melawan

Fahri tidak terima atas keputusan PKS. Pria kelahiran Sumbawa 1971 itu melawan lewat jalur hukum. 

Fahri mengakui, sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), pimpinan dan anggota DPR diberhentikan apabila dipecat dari partai yang mengusungnya.

Namun, Fahri melakukan upaya hukum sehingga pemecatannya itu belum bisa dieksekusi. Fahri mengatakan, sebenarnya dia tak masalah dipecat dari partai jika tidak sedang memegang jabatan publik.

Namun, dengan jabatannya sebagai anggota dan pimpinan DPR, dia merasa bertanggung jawab dengan konstituen yang telah memilihnya.

Dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Fahri menuntut PKS membayar ganti rugi materiil Rp 1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp 500 miliar.

Mereka yang digugat adalah Presiden PKS Shohibul Iman, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Wakil Ketua Dewan Syuro Hidayat Nur Wahid, Abdul Muis dan Abi Sumaid. 

Fahri juga menuntut PKS untuk mengembalikan nama baiknya.

4. PKS tunjuk Ledia Hanifa

DPP PKS memutuskan menunjuk politisi perempuan Ledia Hanifa sebagai pengganti Fahri di jajaran pimpinan DPR.

Namun, putusan PKS tersebut tidak langsung dieksekusi. Pimpinan DPR lain menganggap keputusan PKS tersebut belum bisa ditindaklanjuti karena Fahri tengah menempuh jalur hukum. 

Dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Tata Tertib DPR diatur, jika anggota diberhentikan oleh partai politiknya dan mengajukan keberatan melalui pengadilan, pemberhentiannya baru sah setelah ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

5. PKS desak pergantian pimpinan

DPR PKS terus mendesak agar DPR mengganti Fahri sebagai Wakil Ketua DPR tanpa menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Menurut PKS, putusan berkekuatan hukum tetap hanya untuk memastikan apakah Fahri tetap menjadi anggota DPR atau tidak.

Namun, Fahri merasa masih menjadi anggota DPR. Ia tetap memimpin rapat-rapat paripurna DPR.  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya memenangkan sebagian gugatan Fahri. Semua putusan dari DPP PKS dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.

Artinya, Fahri masih sah sebagai kader PKS, anggota DPR dan Wakil Ketua DPR.

Majelis hakim juga memerintahkan tergugat agar membayar ganti rugi imateril sebesar Rp 30 miliar. DPO PKS kemudian mengajukan banding.

PKS menganggap pemecatan Fahri Hamzah di internal partai sudah final. Fahri tetap tidak dianggap sebagai kader PKS. 6.

F-PKS Walkout

Sejumlah anggota F-PKS sempat walk out atau keluar dari Ruang Sidang Paripurna, Selasa (30/5/2017), lantaran Fahri memimpin rapat. Fahri yang telah dipecat PKS dianggap tak memiliki legitimasi untuk memimpin rapat.

Para anggota F-PKS mengaku akan terus walkout jika Fahri yang memimpin sidang.

Terakhir, F-PKS kembali menyampaikan usulan pencopotan Fahri Hamzah dari kursi Wakil Ketua DPR.

Usulan itu disampaikan pada rapat Badan Musyawarah, Senin (11/12/2017), kemudian dibawa ke rapat paripurna pada yang sama.

Namun, pimpinan DPR menyebut bahwa surat PKS tersebut baru akan diproses setelah masa reses berakhir.

Adapun Fahri meminta PKS tunduk pada putusan pengadilan yang memenangkannya. Ia meminta PKS dan semua pihak menunggu putusan banding tersebut sebelum mengambil langkah selanjutnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PK Dikabulkan MA, PKS Tak Perlu Bayar Rp 30 Miliar ke Fahri Hamzah", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/15/12513291/pk-dikabulkan-ma-pks-tak-perlu-bayar-rp-30-miliar-ke-fahri-hamzah.
Penulis : Ardito Ramadhan
Editor : Icha Rastika

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved