Ini Makna Tawurji Bagi Keluarga Keraton Kanoman Cirebon, Berharap Bisa Menolak Segala Musibah
Satu nampan penuh yang berisi uang koin pun habis dilemparkan oleh keluarga besar Keraton Kanoman.
Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Machmud Mubarok
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Ahmad Imam Baehaqi
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Sejumlah orang tampak berkumpul di depan Kedaton Keraton Kanoman, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Rabu (14/10/2020).
Mereka terlihat mengenakan masker dan tidak saling berdekatan sesuai protokol kesehatan.
Sultan Anom XII, Gusti Sultan Raja M Emiruddin, tampak melempar segenggam uang koin ke arah mereka.
Orang-orang tersebut langsung berebut uang koin pecahan Rp 1000, Rp 500, dan lainnya.
Selain itu, terlihat beraneka permen turut dilempar bersama uang koin tersebut.
Satu nampan penuh yang berisi uang koin pun habis dilemparkan oleh keluarga besar Keraton Kanoman.
Orang-orang yang memperebutkannya juga terlihat langsung membubarkan diri saat uang koin itu habis.
Ternyata mereka merupakan abdi dalem Keraton Kanoman yang tengah berebut uang koin dalam tradisi tawurji.
Juru Bicara Keraton Kanoman, Ratu Raja Arimbi Nurtina, mengatakan, tawurji merupakan rangkaian tradisi rebo wekasan.
Baca juga: Hukum Memperingati Rebo Wekasan yang Dipercaya Turun Bencana, Begini Penjelasan Ustaz Abdul Somad
Menurut dia, tradisi rebo wekasan digelar setiap tahun pada Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Hijriyah.
"Tradisi ini bermakna sedekah keluarga Keraton Kanoman untuk menolak segala musibah," kata Ratu Raja Arimbi Nurtina saat ditemui usai kegiatan.
Ia mengatakan, hari ini Allah Swt menurunkan 320 ribu musibah ke dunia sehingga tradisi itu digelar untuk menolaknya.
Terutama musibah pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negeri di berbagai belahan dunia.
Arimbi mengkui, tahun ini tradisi tawurji digelar secara terbatas untuk mencegah penyebaran Covid-19.
"Kali ini, tradisi rebo wekasan termasuk tawurji dan ngapem hanya diikuti kalangan famili dan abdi dalem keraton," ujar Ratu Raja Arimbi Nurtina.

Padahal, biasanya tradisi tersebut didatangi ratusan warga yang ingin berebut uang koin yang ditebar saat tawurji.
Selain itu, keluarga dan abdi dalem Keraton Kanoman yang mengikuti tradisi tersebut diharuskan mengenakan masker dan menjaga jarak.
Namun, Arimbi memastikan kekhusyukan dan esensi tradisi rebo wekasan tidak berkurang sama sekali meski digelar terbatas.
Ia menyampaikan, tradisi tawurji bermula dari upaya perlindungan murid-murid Syekh Lemah Abang yang dianggap sesat disertai nasib mereka yang terlunta-lunta.
Sunan Gunung Jati pun memutuskan untuk melindungi mereka dan memberikan uang koin sebagai bekal untuk bertahan hidup.
Peristiwa itu terjadi tepat pada hari rabu terakhir bulan Safar dan bertepatan dengan tradisi Ngapem di Bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon.
Karenanya, kini tradisi rebo wekasan di Keraton Kanoman diisi dengan ngapem dan tawurji sebagai bentuk sedekah agar terhindar dari segala marabahaya.
"Kegiatannya jiga diisi memanjatkan doa bersama ke hadirat Allah SWT dan tawasul para wali serta leluhur raja-raja Keraton Kanoman terdahulu," kata Ratu Raja Arimbi Nurtina. (*)