Human Interest Story

Kisah Anak Nelayan Putus Sekolah di Indramayu, Bukan Karena Faktor Biaya, Demi Bisa Melaut ke Papua

Usaha pembuatan miniatur perahunya mulai terasa hidup saat PT Pertamina (Persero) RU-VI Balongan merangkul usahanya sebagai CSR pada tahun 2017 lalu.

Penulis: Handhika Rahman | Editor: Fauzie Pradita Abbas
Tribuncirebon.com/Handhika Rahman
Irsan (baju hitam) dan Fahmi (pakai topi), dua anak-anak yang terpaksa putus sekolah di Indramayu tersebut sehari-harinya membantu Darmin di rumah produksi usaha kerajinan kayu milik Darmin di Kampung Nelayan Modern Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu. 

Penghasilan para nelayan perlu diakui memang cukup besar, terlebih bagi nelayan dengan ukuran kapal raksasa. Mereka biasa mencari ikan sampai laut Papua selama kurang lebih 3 bulan.

Sepulangnya dari Papua, para nelayan itu mendadak menjadi jutawan seusai menjual berton-ton ikan laut di pasaran.

"Ada program dari pemerintah sebenarnya, pihak desa kalau ada yang putus sekolah sering ke rumah, didatangin, diusulin tapi kalau anaknya gak mau tetap ya begitu, alasannya ada yang mau melaut ada yang nongkrong-nongkrong doang. Itu yang nongkrong-nongkrong saya kumpulin jadi satu di sini," ujarnya.

Darmin juga menceritakan, tidak mudah membimbing anak-anak putus sekolah itu. Tidak jarang pula ia harus mengerjakan ulang pesanan pelanggan karena tak sesuai gambar.

Ada rasa kesal dan jengkel. Namun, bagi Darmin melihat mereka melakukan hal produktif dan mau belajar sudah lebih dari cukup.

Ia mengaku senang dan ikhlas bisa menampung mereka sebelum benar-benar menentukan jalan hidup ke depannya.

"Disuruh bentuknya yang sesuai gambar tapi mereka pengen bikin sendiri, imajinasi sendiri, akhirnya gak jadi, malah buang-buang bahan. Tapi setidaknya kan di sini mereka belajar, bisa dapat ilmu buat barangkali dia besar bisa nerusin saya," ucapnya.

Berdasarkan data yang dicatat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), jumlah anak putus sekolah di Indonesia di tahun 2019 tercatat ada sebanyak 4.336.503 anak dari berbagai jenjang pendidikan.

Angka itu jika dipersentasekan sama dengan 6 persen dari jumlah seluruh usia anak sekolah di Indonesia yaitu 53 juta.

Dalam UUD 1945 alenia keempat pun disebutkan salah satu tujuan dibentuknya negara RI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dimana pendidikan akan menjadi perantara utama untuk mewujudkan tujuan tersebut, hanya saja walau sudah berusia 75 tahun pasca-merdeka, rupanya tingkat anak putus sekolah di Indonesia masih tinggi.

Dari berbagai sumber yang coba Tribuncirebon.com himpun, fenomena putus sekolah ini dapat memicu dampak buruk khususnya bagi psikologi si anak.

Di antaranya dapat memicu rasa minder hingga berujung frustasi, kematangan emosi anak akan semakin terhambat, semakin kurang terbuka untuk bisa mengembangkan dirinya sendiri, anak menjadi lebih pemalas dari biasanya, dan kehidupannya seolah tidak bisa dikontrol.

"Setidaknya usaha ini bisa jadi upaya saya membantu mereka," ujar Darmin.

Di masa pandemi sekarang, usaha kerajinan kayu milik Darmin sama terdampaknya seperti sektor usaha lainnya.

Sumber: Tribun Cirebon
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved