Ibu Hamil Ini Tetap Teguh Pendiriannya untuk Minta Cerai dari Suami, Datangi Kantor Pengadilan Agama
Seorang perempuan muda dengan potongan rambut panjang keluar seorang diri dari Gedung Pengadilan Agama, Kota Bandung, Rabu (25/8/2020).
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ery Chandra
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Seorang perempuan muda dengan potongan rambut panjang keluar seorang diri dari Gedung Pengadilan Agama Kota Bandung, Rabu (25/8/2020).
Meski dengan kondisi hamil, perempuan yang mengenakan blazer sembari menenteng berkas dan tas itu berdiri tepat depan pos petugas keamanan.
Pantauan Tribun, menjelang siang hari puluhan orang berada dalam Gedung Pengadilan Agama untuk mengurus keperluan masing-masing.
Di antara mereka tampak duduk mengantre dalam gedung hingga di depan halaman tersebut.
"Lumayan lama mengurus, dari sebelum siang sampai sekarang (menjelang petang). Ke sini buat mengurus perceraian," ujar perempuan hamil yang enggan disebutkan identitasnya kepada Tribun,, Rabu (26/8/2020).
Hal serupa disampaikan oleh perempuan muda lainnya, yang juga juga tak ingin identitasnya ditulis.
Dia datang seorang diri ke Pengadilan Agama Kota Bandung pada pagi hari.
"Ini mengurus perceraian sendiri. Masih banyak yang mengurus perceraian di dalam," katanya.
Pengadilan Agama Bandung mencatat selama bulan Agustus 2020 menangani perkara gugatan sekitar 500-an kasus. Dari 500-an perkara gugatan tersebut terbagi dalam gugatan cerai hingga gugatan waris.
Penyebab perceraian di Kota Bandung selama 2020 tidak hanya diakibatkan oleh pengaruh ekonomi akibat pandemi Covid 19.
Data statistik penyebab perceraian di Kota Bandung dari Humas Pengadilan Agama Kota Bandung, Subai, sejak Januari-Agustus 2020 menyebutkan, kasus perceraian diakibatkan karena perselisihan dan pertengkaran sebanyak 1.310 perceraian. Terbanyak kedua yakni faktor ekonomi sebanyak 1.235 kasus.
Data perceraian sepanjang 2019 yang tidak ada pandemi Covid-19, justru penyebab perceraian karena masalah ekonomi sebanyak 2.920 kasus perceraian. Penyebab kedua, karena perselisihan dan pertengkaran sebanyak 2.030 kasus.
Subai mengakui, perceraian karena faktor ekonomi yang dipengaruhi pandemi Covid-19 yang melemahkan perekonomian bukan faktor paling signifikan.
Itu berdasarkan data statistik penyebab perceraian, pada 2019 yang tidak ada pandemi, penyebabnya karena masalah ekonomi. Tahun ini, sejak Januari-Agustus, terbanyak karena perselisihan rumah tangga.
"Ya, (pandemi) bukan (penyebab). Mungkin pengaruhnya sedikit, tidak signifikan," ucap Subai.
Per Agustus, PA Bandung menangani perkara gugatan sebanyak 500-an kasus hingga saat ini. Dari 500-an perkara gugatan, terdiri dari gugatan cerai hingga gugatan waris.
"Untuk faktor penyebab perceraian selama 2020 ini didominasi karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebanyak 1.310 kasus," ujar Subai.
Kemudian, penyebab kedua yakni karena masalah ekonomi sebanyak 1.235 kasus gugatan. Ketiga, 245 kasus gugatan karena meninggalkan salah satu pihak, lalu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama 35 kasus.
"Ada juga karena murtad 13 kasus, mabuk-mabukan 12 gugatan, dihukum penjara 9 kasus. Sisanya di bawah 10 kasus gugatan karena judi, madat, poligami, cacat badan, kawin paksa hingga zina," ucap Subai.
Adapun selama ini, perkara gugatan yang masuk ke PA Bandung, kata dia, didominasi istri menggugat cerai suami sebanyak 2.843 gugatan. Lalu suami gugai cerai talak istri sebanyak 617 kasus gugatan.
Sisanya perkara penetapan ahli waris, pengesahan perkawinan, dispensasi kawin, perwalian hingga ekonomi syariah.
"Untuk rentang usia, paling banyak yang mengajukan gugatan cerai selama 2020 mayoritas berusia 31hingga 40 tahun paling banyak, yakni 1.400-an lebih. Paling banyak kedua usia 41 hingga 50 tahun kurang dari 1.400-an dan ketiga usia 21 hingga 30 tahun sebanyak 1.200-an. Sisanya 51 tahun ke atas," kata dia.
Ia menambahkan, untuk kasus gugatan perceraian selama Agustus, jumlahnya kembali normal. Tidak ada kenaikan maupun penurunan.
"Saat pembatasan sosial berskala besar April-Mei kemarin sempat ada penurunan. Itu saja, paling," kata dia. (*)