Gerhana Matahari Cincin Minggu Ini Tergolong Langka, Bakal Terulang 19 Tahun Lagi

Gerhana Matahari Cincin terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi tepat segaris dan pada saat itu piringan Bulan yang teramati dari Bumi lebih kecil

Editor: Machmud Mubarok
earthsky.org
ILUSTRASI Gerhana Matahari Cincin - Foto Gerhana Matahari Cincin yang difoto Geoff Sims pada 10 Mei 2013. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ery Chandra

TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG- Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)  menilai gerhana matahari cincin yang bakal terjadi pada hari Minggu ini merupakan fenomena alam cukup langka.

Para peneliti yang menamakan fenomena cincin api solstis tersebut terjadi kali terakhir pada 21 Juni 1648 silam.

Peneliti Pusat Sains Antariksa LAPAN, Andi Pangerang mengatakan fenomena alam prediksi bakal terjadi pada 21 Juni 2020 itu bertepatan dengan solstis bulan dan tahun ini.

"Gerhana matahari sebagian hanya dialami di Sumatera dan Kalimatan untuk wilayah nusantara. Dan akan terulang lagi pada 21 Juni 2039 atau 19 tahun dari sekarang," ujar Andi kepada Tribun melalui ponselnya, di Kota Bandung, Jumat (19/6/2020).

Menurutnya, fenomena itu peristiwa ketika Matahari, Bulan dan Bumi berada pada satu garis lurus serta bayangan Bulan jatuh pada permukaan Bumi.

Sedangkan kali ini, gerhana matahari cincin, saat piringan bulan nampak sedikit lebih kecil dibandingkan ketika melintasi piringan matahari.

"Karena ujung umbra (bayangan gelap) bulan tak jatuh di permukaan bumi. Sehingga terbentuk perpanjangan bayangan bulan yang disebut antumbra (wilayah pada bayangan). Ini yang jatuh ke permukaan bumi. Wilayah terkena antumbra akan mengalami gerhana matahari cincin," katanya.

Dia bilang apabila diamati oleh para pengamat di permukaan bumi, matahari akan terbit. Berkulminasi dan terbenam di titik paling utara sesuai dengan lintang geografis pengamat masing-masing.

Kecuali Indramayu

Dalam siaran persnya yang diunggah di situs bmkg.go.id, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa  Gerhana Matahari adalah peristiwa terhalangnya cahaya Matahari oleh Bulan sehingga tidak semuanya sampai ke Bumi.

Peristiwa yang merupakan salah satu akibat dinamisnya pergerakan posisi Matahari, Bumi, dan Bulan ini hanya terjadi pada saat fase bulan baru dan dapat diprediksi sebelumnya.

Adapun Gerhana Bulan adalah peristiwa ketika terhalanginya cahaya Matahari oleh Bumi sehingga tidak semuanya sampai ke Bulan dan selalu terjadi pada saat fase purnama.

Pada tahun 2020 ini diprediksi terjadi enam kali gerhana, yaitu:
1. Gerhana Bulan Penumbra (GBP) 11 Januari 2020 yang dapat diamati di Indonesia
2. Gerhana Bulan Penumbra (GBP) 6 Juni 2020 yang dapat diamati di Indonesia
3. Gerhana Matahari Cincin (GMC) 21 Juni 2020 yang dapat diamati di Indonesia berupa
Gerhana Matahari Sebagian, kecuali di sebagian besar Jawa dan sebagian kecil Sumatera
bagian Selatan.
4. Gerhana Bulan Penumbra (GBP) 5 Juli 2020 yang tidak dapat diamati di Indonesia
5. Gerhana Bulan Penumbra (GBP) 20 November 2020 yang dapat diamati di wilayah Indonesia
bagian Barat menjelang gerhana berakhir.
6. Gerhana Matahari Total (GMT) 14 Desember 2020 yang tidak dapat diamati di Indonesia.

Gerhana Matahari Cincin

Gerhana Matahari Cincin terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi tepat segaris dan pada saat itu
piringan Bulan yang teramati dari Bumi lebih kecil daripada piringan Matahari.

Akibatnya, saat puncak gerhana, Matahari akan tampak seperti cincin, yaitu gelap di bagian tengahnya dan terang di bagian pinggirnya.

Sebagaimana terlihat, terdapat dua macam bayangan Bulan yang terbentuk saat Gerhana Matahari Cincin, yaitu antumbra dan penumbra. Di wilayah yang terlewati antumbra, gerhana yang teramati akan berupa Gerhana Matahari Cincin, sementara di wilayah yang terkena penumbra, gerhana yang teramatinya berupa Gerhana Matahari Sebagian.

Wilayah yang terlewati jalur cincin pada GMC 21 Juni 2020, yang ditandai dengan dua buah garis hitam sejajar yang berdekatan, adalah Kongo, Sudan Selatan, Ethiopia, Yaman, Oman, Pakistan, India, Cina, dan Samudera Pasifik.

GMC 21 Juni 2020 ini dapat diamati di sedikit Afrika bagian Utara dan Timur, Asia, Samudra India,
sebagian negara Eropa, Australia bagian Utara, dan Samudera Pasifik berupa Gerhana Matahari
Sebagian.

Urutan Proses Terjadinya Gerhana

Gerhana dimulai saat Kontak Pertama atau Kontak Awal terjadi, yaitu ketika piringan Bulan, yang
ditampilkan berupa lingkaran abu-abu, mulai menutupi piringan Matahari, yang ditampilkan berupa
lingkaran berwarna kuning.

Seiring berjalannya waktu, piringan Matahari yang tergerhanai akan semakin besar hingga akhirnya seluruh Bulan mulai menutupi piringan Matahari. Waktu saat peristiwa ini terjadi disebut Kontak Kedua dan akan berakhir saat seluruh piringan Bulan terakhir kali menutupi piringan Matahari, yaitu saat Kontak Ketiga.

Setelah Kontak Ketiga dilalui, piringan Matahari yang tampak tergerhanai akan semakin kecil hingga akhirnya Bulan terakhir kali menutupi piringan Matahari, yaitu saat Kontak Keempat atau Kontak Akhir.

Lama waktu dari Kontak Kedua hingga Kontak Ketiga di atas tersebut disebut sebagai Durasi
Cincin atau Fase Cincin, yang lama waktunya bervariasi dari satu kota ke kota lainnya.

Sementara waktu dari Kontak Awal hingga Kontak Akhir disebut sebagai Durasi Gerhana dan lama waktunya
juga bervariasi dari satu kota ke kota lainnya. Berbeda dengan durasi cincin yang hanya ada di lokasi yang terlewati jalur cincin, durasi gerhana akan ada di semua lokasi, baik yang terlewati antumbra Bulan maupun yang hanya terkena penumbranya.

Mengingat wilayah Indonesia berada di sebelah Selatan jalur Cincin, Matahari yang tertutupi piringan Bulan saat puncak gerhana adalah bagian sebelah kanannya.

Pada saat puncak gerhana itu, besaran piringan Matahari yang tertutupi piringan Bulan bergantung pada magnitudo gerhana, yaitu perbandingan antara diameter Matahari yang tertutupi piringan Bulan saat puncak gerhana terjadi dan diameter Matahari keseluruhan. 

Indramayu Tak Kebagian

GMC 21 Juni 2020 ini akan melewati 432 pusat kota dan kabupaten di 31 provinsi berupa Gerhana Matahari Sebagian, dengan magnitudo terentang antara 0,000 di Kepanjen, Jawa Timur sampai dengan 0,522 di Melonguane, Sulawesi Utara.

Adapun di 83 pusat kota lainnya, yaitu dua kota di Bengkulu, tujuh kota di Lampung, sepuluh kota Jawa Tengah, dan tujuh kota di Jawa Timur, serta semua kota di Jawa Barat (terkecuali Indramayu), Banten, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta tidak akan dilalui gerhana ini, karena nilai magnitudo gerhananya kurang dari 0. Karena itu seluruh fase gerhana di kota-kota ini tidak akan teramati sehingga data kontak awal, puncak gerhana, dan kontak

Tujuh kota di Papua, tidak dapat mengamati puncak gerhana dan kontak akhir mengingat saat kedua fase ini terjadi, Mataharinya sudah terbenam. Karena itulah kontur magnitudo gerhana tidak ditampilkan untuk daerah di sebelah Timur garis berwarna oranye.

Warga di 50 kota yang tersebar di Papua, Papua Barat, dan sebagian besar Maluku tidak akan
mengamati kontak akhir
Waktu-waktu kejadian gerhana di setiap lokasi akan berbeda-beda. Peta waktu kontak awal GMC 21Juni 2020 di Indonesia ditampilkan pada

Di Indonesia, waktu mulai gerhananya paling awal adalah di Sabang, Aceh, yang terjadi pada pukul 13.16.00,5 WIB. Adapun kota yang waktu mulai gerhananya paling akhir adalah di Kepanjen, Jawa Timur, yaitu pukul 15.19.49,3 WIB.

Demikian juga waktu Puncak Gerhana, akan berbeda-beda di setiap daerah. Di Indonesia, daerah yang akan mengalami waktu saat puncak gerhana paling awal adalah kota Sabang, Aceh, yang terjadi pada pukul 14.34.52,4 WIB. Adapun kota yang akan mengalami waktu puncak paling akhir adalah Agats, Papua, yaitu pukul 17.37.26,3 WIT.

Adapun waktu Kontak Akhir paling awal akan terjadi di Tais, Bengkulu yang terjadi pada pukul
15.06.39,8 WIB dan waktu Kontak Akhir paling akhir akan terjadi di Melonguane, Sulawesi Utara,
pada pukul 17.31.44,9 WITA.

Dengan membandingkan selisih antara waktu kontak akhir dan waktu kontak awal di setiap kota
dapat diketahui bahwa durasi gerhana paling sebentar akan terjadi di Kepanjen, Jawa Timur, yaitu
hanya selama 3 menit 17,1 detik. Sementara durasi gerhana paling lama akan terjadi di Sabang,
Aceh, yaitu selama 2 jam 27 menit 11,1 detik.

Secara umum, gerhana dapat diprediksi waktu dan tempat kejadiannya. Untuk memprediksi
keberulangannya secara global, gerhana dikelompokkan ke dalam suatu kelompok yang disebut
siklus Saros.

Gerhana-gerhana pada siklus Saros tertentu akan berulang hampir setiap 18 tahun 11 hari 8 jam. Dua gerhana berdekatan dalam satu siklus Saros yang sama, konfigurasi posisi Matahari, Bulan, dan Buminya akan hampir sama. Karena itu pola peta gerhana global kedua gerhana tersebut akan mirip, meskipun lokasi visibilitas gerhananya berbeda.

Sebagai contoh GMC 21Juni 2020 ini merupakan anggota ke 36 dari 70 anggota pada siklus Saros 137. Gerhana
Matahari sebelumnya yang berasosiasi dengan gerhana ini adalah GMC 10 Juni 2002.

Adapun gerhana yang akan datang yang berasosiasi dengan gerhana ini adalah GMC 2 Juli 2038. Pola peta gerhana global ketiganya akan mirip.

Meskipun peristiwa GMC di suatu lokasi dapat diprediksi dengan baik, peristiwa tersebut tidak berulang di lokasi tersebut dengan siklus tertentu.

GMC sebelumnya yang dapat diamati di Indonesia adalah GMC 22 Agustus 1998, yang jalur cincinnya melewati Sumatera bagian Utara dan Kalimantan bagian Utara, GMC 26 Januari 2009 yang jalur cincinnya melewati Sumatera bagian Selatan dan Kalimantan, dan GMC 26 Desember 2019 yang jalur cincinnya melewati  Sumatera bagian Utara dan Kalimantan bagian Utara.

Adapun GMC yang akan datang yang dapat diamati di Indonesia adalah GMC 21 Mei 2031, yang jalur cincinnya melewati Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, serta GMC 14 Oktober 2042 yang jalur cincinnya melewati Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Tmur. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved