Ini Alasan Pondok Pesantren Bisa Buka Kembali dan Belajar Lebih Dahulu, Wagub: Bukan Karena Ekonomi
agar aktivitas pesantren itu bisa normal lagi, perlu dipastikan kondisi kesehatan dari para pengajar hingga pesantren dengan rapid tes massal.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Pemprov Jabar memberlakukan kebijakan pesantren bisa memulai aktivitas belajar mengajar santri di tengah pandemi Covid 19.
Padahal, sekolah umum di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saja, belum membolehkan aktivitas belajar dan mengajar.
Gubernur mengeluarkan Kepgub Nomor 443/Kep-326-Hukam/2020 tentang Perubahan Kepgub Nomor 443/Kep-321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan Untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 di Lingkungan Pesantren.
Syarat pesantren boleh kembali menjalankan aktivitas belajar dan mengajar, harus melaksanakan protokol kesehatan sebagaimana diatur di kepgub tersebut.
Tribun menanyakan pada Wagub Jabar, Uu Ruzhanul Ulum Ihwal risiko penularan Covid 19 jika pesantren boleh kembali menjalankan aktivitasnya.
Menurut Uu, dengan pesantren kembali beroperasi, justru menekan penularan Covid 19. Alasannya, pendidikan pesantren seperti diketahui, santrinya mondok, aktivitasnya selama 24 jam terawasi.
"Justru dengan pesantren boleh beraktivitas lagi, meminimalisir penularan Covid 19. Di pesantren, santri tidak keluar masuk, aktivitasnya terpantau. Tidak seperti di sekolah umum, pelajarnya keluar masuk sekolah, ada waktu mereka bertemu dengan orang luar yang kita enggak tahu dia carrier atau tidak. Nah, kalau di pesantren kan tidak," ujar Uu, saat dihubungi via ponselnya, Rabu (17/6/2020).
Hanya memang, agar aktivitas pesantren itu bisa normal lagi, perlu dipastikan kondisi kesehatan dari para pengajar hingga pesantren dengan rapid tes massal.
"Makanya, sebelum dimulai, nanti ada rapid test dulu ke pengajar hingga pengurus pesantrennya lebih dulu lalu nanti ke santri-santrinya sebelum masuk. Makanya untuk pesantren yang tidak mondok itu tidak boleh beraktivitas dulu," ujar dia.
• Ini Gejala Asam Urat yang Jarang Diketahui, Bisa Hilang, Lalu Beberapa Bulan Kemudian Muncul Lagi
• Jadwal Acara Televisi, Rabu 17 Juni 2020, RCTI, Trans TV, Trans 7, ANTV, GTV, Banyak Film Seru
Dia sudah menggelar musyawarah dengan banyak ulama dan pengajar pesantren di Jabar.
Ia membantah desakan pesantren buka kembali dilatarbelakangi pengajar di pesantren yang kesulitan ekonomi. Menurutnya, mengajar agama hukumnya karena Allah, ikhlas.
Ia menjelaskan, mengajar agama di pesantren itu jadi semacam meneruskan estafet keagaaman ke umat.
Kemudian, pendidikan pesantren itu bukan tekstual tapi kontekstual. Santri diberi contoh muamallah yang baik, seperti mendisiplinkan santri untuk salat jemaah, salat dhuha dan kegiatan lain, sehingga dari pendisiplinan itu, ibadah jadi kebutuhan.
"Ulama, pengajar agama itu bukan orang yang berkepribadian untuk mendapatkan maisyah atau kebutuhan itu dengan jadi pengajar agama. Pengajar agama itu lillahita'ala," ujar dia.
Alasan subyektif lainnya, Uu menerangkan, sejak pandemi Covid 19 selama 3 bulan, santri dipulangkan ke rumah masing-masing.
Tradisi di pesantren ditinggalkan
Menurutnya, banyak ulama khawatir jika santri kebanyakan di rumah, di luar pesantren, akan mengubah pola kebiasaan santri.
"Ulama khawatir, santri sudah tiga bulan tidak beraktifitas di pesantren, khawatir kebiasaan selama di pesantren itu jadi hilang, santri jadi bebas mendengarkan yang enggak biasa didengar," ucap Uu.
Meski Pemprov Jabar sudah membuat aturan yang harus dipenuhi pesantren untuk bisa beraktivitas kembali,
Uu mengaku sudah meninjau sejumlah pesantren di Jabar soal kesiapan pesantren. Menurutnya, saat ini ada 10 ribu pesantren di Jabar, paling banyak dari provinsi lain.
"Saya datang ke satu pesantren di Ciamis, di Kuningan dan beberapa tempat. Ada yang siap dan sanggup menjalankan protokol, ada juga yang tidak. Tapi untuk saat ini, memang mayoritas belum siap," kata Uu.
Salah satu kendalanya adalah faktor anggaran. Dalam protokol itu, banyak hal yang harus disediakan pesantren untuk melaksanakan protokol kesehatan. Seperti menyediakan tempat cuci tangan di sejumlah titik hingga pengukur suhu tubuh.
"Waktu saya musyawarah dengan para ulama, ada satu hal yang disampaikan. Mereka butuh dukungan anggaran dalam bentuk nominal karena bantuan selama ini berupa material. Untuk menerapkan protokol kesehatan di pesantren itu kan butuh menyediakan sarana dan prasarana.
Tapi untuk memberi bantuan itu, kami perlu koordinasi dengan DPRD Jabar. Jadi untuk itu, kami juga berharap teman-teman kepala daerah turut membantu pesantren," ucapnya. (*)