Santriwati Korban Cabul Oknum Guru Pesantren Trauma, Polisi Selidiki Kemungkinan Adanya Korban Lain
Menurut Hendra, tersangka sudah melakukan aksinya sejak korban berusia 14 tahun hingga kini 17 tahun, yakni dari tahun 2016 hingga 2020.
TRIBUNCIREBON.COM - Seorang santriwati di Kabupaten Bandung yang menjadi korban pencabulan dari gurunya EP (36) kini masih trauma.
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Hendra Kurniawan, mengungkapkan, korban kini masih trauma setelah empat tahun (menjadi korban pencabulan) baru mengaku ke orang tuanya.
"Orang tuanya melaporkan dan korban trauma. Kami juga memberikan bantuan atau bimbingan konseling agar kondisinya bisa sembuh kembali," ujar Hendra di Mapolresta Bandung, Soreang, Kabupaten Bandung, Selasa (26/5/2020).
Menurut Hendra, tersangka sudah melakukan aksinya sejak korban berusia 14 tahun hingga kini 17 tahun, yakni dari tahun 2016 hingga 2020.
"Nah, sampai dengan saat ini berdasarkan pengakuan dan pemeriksaan, (korban) tidak hamil," kata Hendra.
Hendra menagatakan, korban dari oknum guru cabul terdebut, sampai dengan saat ini masih satu orang, namun tidak menutup kemungkinan ada korban lain.
"Saat ini sedang kami dalami, di komputer ini ataupun di laptop apakah ada korban lain atau tidak karena ada indikasi foto-foto lainnya. Apakah ada hubungan atau tidak masih kita dalami," kata Hendra.
Mudah-mudahan, kata Hendra, cukup korban ini saja. Ia mengimbau, kepada orang tua yang menitipkan siswanya di sekolah agama tersebut, lebih melakukan pendekatan kepada anaknya.
"Agar lebih terbuka seandainya ada korban lain, tapi sampai saat ini masih satu korban," ucapnya.
Dicabuli Bertahun-tahun
Seorang santriwati di Soreang Kabupaten Bandung, menjadi korban pencabulan gurunya, hingga berkali-kali dalam kurun waktu bertahun-tahun.
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Hendra Kurniawan, memaparkan, awal terungkap dugaan pencabulan tersebut berdasarkan dari laporan orangtua korban.
"Berlangsungnya (pencabulan tersebut) kurang lebih sampai 4 tahun, kejadiannya di salah satu sekolah di wilayah kabupaten Bandung," ujar Hendra, di Mapolresta Bandung, Selasa (26/5/2020).
Hendra mengatakan, pelaku pencabulan merupakan guru sekolah atau pesantren tersebut, yakni EP (36).
"Adapun modusnya berdasarkan pengakuan dari korban dengan cara ditakut-takuti (fotonya) akan disebarluaskan melalui media sosial," kata Hendra.
Hendra menjelaskan, pada awalnya korban diminta untuk memperlihatkan dirinya dengan tidak menggunakan hijab, dan difoto dengan tidak menggunakan hijab.
"Kemudian di sekolah itu ada aturan kalau tidak menggunakan hijab akan ada tindakan (diberi sanksi)," ujar dia.
Setelah mendapatkan foto korban tanpa hijab, kata Hendra, pelaku meminta korban difoto tanpa busana korban terpaksa menurutinya karena takut dengan ancaman. Hendra mengatakan, akhirnya berhasil difoto tanpa busana,
"Kondisi ini justru dimanfaatkan oleh pelaku, untuk berhubungan badan dengan cara mengancam (fotonya akan disebar luaskan). Kegiatan ini sudah berlangsung sampai dengan kurang lebih empat tahun dari korban berumur 14 sampai 17 tahun," katanya.
Hendra menjelaskan, dari kausu tersebut pihaknya mengamankan barang bukti berupa, Handphone, CPU komputer, baju lengan panjang warna putih, baju warna kuning, dan rok seragam warna abu.
"Pelaku melakukan (aksinya) di tempat situ juga, di pondok pesantren dan di rumah pelaku," katanya.
Menurut hendra, foto dan video korban belum disebarkan di medsos.
"Ancaman, belum dimunculkan (di media sosial). Jumlah foto dan videonya masih kita dalami," katanya.
Hendra mengatakan, atas perbuatannya pelaku terjerat pasal pasal 81 ayat 3 tentang persetubuhan yang dilakukan oleh tenaga pendidik, ini lebih berat kemudian juncto dengan pasal 64 KUHP.
"Pemberatannya, kita lakukan pemberatan tambah 1/3 perbuatan yang berulang, kemudian karena pengajar kita lakukan pemberatan, jadi minimal ancaman pidana lima tahun dan maksimal 15 tahun atau lebih," ucapnya.