Lailatul Qadar
Berburu Lailatul Qadar di 10 Malam Terakhir Ramadhan, Ini Amalan & Doa yang Dibaca Rasulullah SAW
kita sering mendengar istilah “lailatul qadar”, namun pada kenyataannya kita tidak akan pernah mengenal lailatul Qadr itu sendiri,
Penulis: Machmud Mubarok | Editor: Machmud Mubarok
TRIBUNCIREBON.COM - Hari Kamis (14/5/2020) ini adalah hari ke-20 bulan Ramadhan. Itu berarti kaum muslimin sudah memasuki 10 malam terakhir di bulan Ramadhan.
Bagi kaum muslimin, 10 malam terakhir di bulan Ramadhan adalah kesempatan terakhir untuk berlomba-lomba dan berburu Lailatul Qadar. Lailatul Qadar adalah satu malam yang setara dengan 1000 bulan. Malam diturunkannya Alquran.
Lailatul Qadar sangat istimewa, karena di malam inilah langit akan penuh sesak oleh malaikat dan Allah SWT menghamparkan pengampunannya bagi siapa saja yang beribadah dan memohon ampunan di malam itu.
Ustaz Farhat Umar menerangkan makna Lailatul qadar. Menurutnya, kita sering mendengar istilah “lailatul qadar”, namun pada kenyataannya kita tidak akan pernah mengenal lailatul Qadr itu sendiri, sebab itu adalah termasuk hal gaib.
Pengetahuan kita hanya terbatas pada apa yang ditunjukkan dalam nash, baik Al- Qur'an atau hadits serta interpretasinya. Di antara nash yang menjelaskan tentang lailatul qadar adalah : "Sesungguhnya Kami telah menurunkan (AlQur'an) pada malam Lailatul Qadr. Tahukah kamu apakah lailatul qadar itu ? Itulah malam yang lebih utama daripada seribu bulan.” (QS Al-Qadar (97) : 1-3).
Dari pernyataan ayat tersebut dapat dipahami bahwa :
1. Al-Qur'an diturunkan pada malam Lailatul Qadar ,
2. Malam Lailatul Qadar, adalah suatu malam yang Allah muliakan dan berkahi sehingga malam itu lebih baik dari 1000 bulan atau lebih baik dari 83 tahun 4 bulan.
3. Pada malam itu Allah memerintahkan malaikat beserta Jibril turun ke langit dunia untuk mendoakan & memberi keberkahan kepada hambaNya yang beriman dan beribadah.
Makna Penetapan dan pengaturan
Malam Lailatul-Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan dengan firman Allah dalam surat Ad-Dukhan ayat 3-4.
Para ulama memahami penetapan itu dalam batas setahun, yang dikenal dengan takdir sanawi (Imam Ibnu Abbas).
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (Yaitu penetapan segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti: hidup, mati, rezki, untung baik, untung buruk dan sebagainya). (QS: Ad-Dukhon : 3-4)
Makna Kemuliaan.
Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran, serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Malam itu lebih mulia dari seribu malam selainnya:
“...Tahukah kamu apakah lailatul qadar itu ? Itulah malam yang lebih utama (mulia) daripada seribu bulan.” (QS Al-Qadar (97) : 2-3)
Makna Sempit.
Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr:
“...Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Al-Qadr : 4-5)
Dari Abu Dzar radhiyallahu „anhu, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya aku melihat apa yang tidak kalian lihat, aku mendengar sesuatu yang tidak kalian dengar. Langit merintih… dan layak baginya untuk merintih. Tidak ada satu ruang selebar 4 jari, kecuali di sana ada malaikat yang sedang meletakkan dahinya, bersujud kepada Allah. Demi Allah, andaikan kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan sering menangis…” (HR. Ahmad 21516, Turmudzi 2312, Abdurrazaq dalam Mushanaf 17934. Hadis ini dinilai hasan lighairihi oleh Syuaib Al-Arnauth).
Keutamaan Lailatul Qadar
Malam lailatul qadar adalah malam yang dimuliakan. Betapa mulia dan istimewanya Lailatul Qadar itu, sebagai Rahmat dan nikmat Allah SWT bagi seluruh umat Muhammad saw. Dari ayat-ayat surat Al-qadar, jelas menunjukkan nilai utama dari Lailatul Qadar.
Dari ayat tersebut dapat dimengerti bahwa yang dimaksud dengan keutamaan disitu adalah amalan ibadah, seperti shalat, tilawah al-qur'an, dan dzikir serta amalan sosial (shodaqoh dan zakat), yang dilakukan pada malam itu lebih baik dibandingkan amalan serupa selama seribu bulan.
Berkaitan dengan keistimewaan malam itu Nabi saw menjelaskan dalam sabdanya : “Saat terjadinya Lailatul Qadar, para malaikat turun kebumi menghampiri hamba-hamba Allah yang sedang qiyamul lail, atau dzikir, dengan mengucapkan salam kepada mereka. Saat itu pintu-pintu langit dibuka, dan Allah menerima taubat dari para hamba-Nya yang bertaubat.” (Al-Hadist)
Dari riwayat Abu Hurairah ra. seperti diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Baihaqi, Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Barang siapa yang melakukan qiyamul lail (shalat malam) pada lailaul qadar, atas dasar iman serta semata-mata mencari ridho Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang pernah dilakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sementara itu, Imam ar-Razzi dalam sanadnya menjelaskan bahwa: "Keutamaan fajar muncul di pagi Lailatul Qadar adalah malaikat Jibril berseru: “Wahai jamaah malaikat, turunlah ke bumi!" Para malaikat bertanya: "Hai malaikat Jibril, apa yang telah dilakukan Allah terhadap umat Muhammad pada malam kemuliaan ini?" Malaikat Jibril menjawab: "Pada malam Lailatul Qadar ini, Allah memandang mereka dengan penuh kasih dan rahmat, memaafkan dan mengampuni mereka dengan penuh kasih sayang, kecuali empat golongan manusia, yaitu: (1) Pecandu minuman arak, (2) Orang yang durhaka kepada orang tuanya, (3) Orang yang memutuskan tali persaudaraan, dan (4) Orang yang suka mendendam.” (Ibnu Majah)
Keistimewaan utama lainnya malam lailatul qadar adalah sebagaimana disebutkan oleh firman Allah swt berikut:
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar dari sisi Kami, sesungguhnya Kami yg mengutus rasul-rasul,..” (Q.S. 44 : 4-5) Yang dimaksud dengan urusan yang “penuh hikmah” adalah masalah penetapan rizqi, mati dan hidup, nasib baik dan nasib buruk. Berkaitan dengan ayat tersebut Ibnu Abbas ra. berkata : “Dari induk Kitab (Lauh mahfud) dicatatlah pada malam lailatul qadar tersebut, apa-apa yang terjadi dalam setahun baik soal kematian, kehidupan, rizqi, hujan, hingga soal siapa yang pergi haji tahun itu".
Hukum Menggapai Lailatul Qadar
Nabi saw juga bersabda yang diriwayatkan Bukhari dari Aisyah ra yang artinya : “Dari Aisyah ra berkata: “Bersabda Rasulullah SAW, carilah malam qadr pada malam ganjil darl sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Dengan beberapa hadits yang menerangkan himbauan dari rasul untuk mencari keutamaan Lailatul Qadar itu, maka para ahli hadits menyatakan bahwa berikhtiar mencari Lailatul Qadar, hukumnya sunnah.
Kapan Terjadinya Lailatul Qadar ?
Kapan malam itu terjadi ? Allah swt menjelaskan dalam firmanNya pada ayat yang lain surat Al-Baqarah : 185, yang artinya : “Pada bulan ramadhon yang diturunkan di dalamnya Al-Qur‟an....” (Q.S. 2 : 185)
Sedangkan ayat lain menjelaskan :
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-qur‟an pada malam lailatul qadr..” (Al-Qdar : 1) Dari ayat al-qur‟an tersebut dapat dimengerti bahwa malam lailatul qadar terjadinya pada bulan Ramadhan.
Waktu Terjadinya Lailatul Qadar ?
Tidak ada ketentuan tanggal yang tepat mengenai datangnya Lailatul Qadar. Bahkan dapat terjadi, dengan bergantinya tahun, tanggal terjadinya Lailatul Qadar juga akan berganti. Karenanya Rasulullah SAW dalam tahun-tahun berbeda selalu menyuruh sahabat untuk mencari Lailatul Qadar dalam beberapa malam yang berbeda pula.
“Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa suatu ketika ia sedang duduk dalam majelis Rasulullah SAW. Pada saat itu sedang dibicarakan tentang malam Lailatul Qadar. Kemudian Rasulullah SAW bertanya: "Hari keberapakah hari ini?" Mereka menjawab,"hari yang ke 22 Ramadhan !' Rasul kemudian bersabda, "Carilah malam Lailatul Qadar pada malam ini.“ .
Rasulullah saw menjelaskan pula dalam sabdanya :
“Malam lailatul qadar itu terjadi dalam 10 hari yang terakhir dari bulan Ramadhan, serta ganjil bilangannya.” (H.R. Bukhori)
“Rasulullah SAW telah memberikan kabar kepadaku tentang Lailatul Qadar. Beliau bersabda: “Lailatul Qadar terjadi pada bulan Ramadhan, dalam sepuluh hari terakhir. Malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan atau malam terakhir.” (HR Ahmad dari Ubadah bin Shamith)
Abu Dzar meriwayatkan bahwa beliau bertanya kepada Rasulullah SAW. "Apakah malam Lailatul Qadar itu hanya dikaruniakan pada masa hayat Rasulullah saja atau akan berterusan setelahnya? Rasulullah SAW menjawab, "Malam itu akan terus berlangsung hingga hari Kiamat." Kemudian mereka bertanya:"Pada bagian manakah Lailatul Qadar itu akan muncul ?" Rasulullah SAW menjawab: "Carilah pada sepuluh malam yang terakhir."
Kemudian Rasulullah SAW mengerjakan sesuatu kesibukan, akupun diam menunggu. Setelah aku memperoleh kesempatan lagi, maka aku kembali bertanya, "Dalam bagian manakah dari sepuluh hari itu ?" Pertanyaan itu telah menyebabkan Rasulullah SAW bermuka merah kepadaku, belum pernah aku melihatnya dalam keadaan demikian sebelumnya. Kemudian beliau bersabda, “Itu adalah keinginan Allah, maka Allah tidak memberi tahukan kepada kita. Carilah dalam tujuh malam yang terakhir dan jangan tanya lagi setelah ini.” (HR. Ibnu Majah)
Tanda Lailatul Qadar
Tanda-tanda malam lailatul qadar banyak diungkapkan oleh para sahabat dan ulama lainnya berdasarkan pengintaian dan pengalaman mereka. Dalam suatu riwayat Muslim, disebutkan ada seorang sahabat Rasul saw yaitu Ubai bin Ka‟ab telah bersumpah pernah menyaksikan Lailatul Qadar. Sehingga ia mampu menjelaskan tanda-tandanya, sebagaimana berikut :
“Dan salah satu tanda adalah pada pagi harinya cahaya matahari terbit memutih atau tidak bersinar seperti biasanya.”
Tanda-tanda lainnya yang umumnya disebut dalam riwayat-riwayat tersebut adalah malam itu terasa hening, cuaca sangat cerah, langit bersih, tidak ada angin, dan bebas dari mendung. Rasulullah saw bersabda, ُسْمَ الش ُحِبْصُ ت ًةَدِ ارَ ب َلََ و ًةَ ار َ ح َ لَ ٌةَقَلَ ط ٌةَحْمَ س ٌةَلْيَ ل ِرَدَ الق ُةَلْيَل اء َرْمَ ح ٌةَفْيِعَ ا ض َهُتَحْيِبَ ص “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin. pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath-Thoyalisi, perawi tsiqoh)
(2) Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tsb dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yg tidak didapatkan pada hari-hari yg lain.
(3) Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/149-150)
Usaha Mendapatkan Lailatul Qadar
Rasulullah saw sebagai teladan terbaik tentu lebih sempurna amal ibadahnya daripada umatnya. Dalam hal ini, beliau selalu membangunkan keluarganya untuk tekun beribadah khususnya pada malam-malam 10 hari terakhir. Sebagaimana diriwayatkan hadist :
“Nabi saw ketika telah masuk sepuluh hari terakhir, maka beliau menghidupkan malam itu dengan membangunkan seluruh anggota keluarganya serta mengencangkan sarungnya.” (HR. Bukhari & Muslim dari Aisyah)
Doa Rasulullah SAW
Selanjutnya apabila telah yakin bahwa pada malam yang di lalui itu sedang terjadi Lailatul Qadar, maka sebagai waktu yang mustajabah dalam berdo'a tidak boleh kita biarkan begitu saja. Setidak-tidaknya kita membaca doa yang diajarkan oleh Rasulullah kepada Aisyah yaitu :
“Asyhadu anlaa ilaaha illallah, asytaghfirullah, As‟alukar ridhaka wal jannah, wa-a‟udzubika min sakhotika wan-narr (3x). Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa, fa‟ fuanni (3x) Ya karim.”
“Aku bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Engkau, Ampunilah hamba, hamba mohon ridhomu dan surgamu, hamba juga mohon perlindungan dariMu dari murkaMu dan dari nerakaMu. Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun serta suka mengampuni, maka ampunilah aku.”
Usaha yang perlu kita lakukan adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan semua bentuk ibadah pada hari-hari Ramadhan, menjauhkan diri dari semua hal yang dapat mengurangi keseriusan beribadah pada hari-hari itu.
Dalam beribadah juga dengan mengikut sertakan seluruh keluarga. Kemudian melakukan taraweh, Baca al-qur’an, berdzikir dan berdoa, qiyamullail berjamaah, dianjurkan pula Itikaf dengan sekuat tenaga. Bila mungkin bersedekah. Itulah antara lain cara yang dilakukan oleh Rasulullah dalam usaha menggapai keutamaan Lailatul Qadar.
Bagaimana Orang bisa dapat Lailatul Qadar
Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Imam Adh-Dhahak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir, dan orang yang tidur (namun hatinya tidak lalai dalam dzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh-Dhahak pun menjawab, “ya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yg Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 341)
Apakah untuk mendapatkan lailatul qadar harus begadang semalam suntuk? Adapun yg dimaksudkan dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Sebagaimana dinukil oleh Imam Syafi’i dalam Al-Umm dari kelompok ulama Madinah, termasuk Ibnu ‘Abbas disebutkan, bahwa : Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari malam tersebut.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 329)
Apa yang dikatakan oleh Imam Syafii dan ulama lainnya di atas sejalan dengan hadits dari ‘Utsman bin ‘Affan ra., Nabi saw bersabda, َ
“Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya berjamaah, maka baginya pahala shalat separuh malam. Siapa yg melaksanakan shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah, maka baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR. Muslim, no. 656 / Tirmidzi, no. 221). Kesimpulannya, cukup memperbanyak ibadah di rumah, kita mendapatkan keutamaan lailatul qadar, tidak disyaratkan harus begadang semalam suntuk.
Para ulama kemudian berusaha meneliti pengalaman mereka dalam menemukan lailatul qadar, dan di antara ulama yang tegas mengatakan bahwa ada kaidah atau formula untuk mengetahui itu adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali (450 H- 505 H) dan Imam Abu Hasan as-Syadzili. Bahkan dinyatakan dalam sebuah tafsir surat al-Qadr, bahwa Abu Hasan semenjak baligh selalu mendapatkan Lailatul Qadar dan menyesuaikan dengan kaidah ini.
Pengalaman Ulama terdahulu
Menurut Imam Al Ghazali, Cara Untuk mengetahui Lailatul Qadar bisa dilihat dari permulaan atau malam pertama bulan Ramadhan :
• Jika hari pertama jatuh pada malam Ahad atau Rabu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam tanggal 29 Ramadhan
• Jika malam pertama jatuh pada malam Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 21 Ramadhan
• Jika malam pertama jatuh pada malam Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 25 Ramadhan
• Jika malam pertama jatuh pada malam Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 23 Ramadhan
• Jika malam pertama jatuh pada malam Selasa atau Jumat maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 27 Ramadhan.
Kaidah/rumusan tsb tercantum dalam kitab-kitab para ulama termasuk dalam kitab-kitab fiqih Syafi’iyyah. Rumus ini teruji dari kebiasaan para tokoh ulama yang telah menemui Lailatul Qadar.
Formula ini diceritakan Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin; juga terdapat dalam kitab Hasyiah Sulaiman Al Kurdi juz hal 188; kitab Tafsir Shawi; kitab I’anah at-Thalibin II/257; Syaikh Ibrahim al Bajuri dalam Kitabnya Hasyiah 'Ala Ibn Qasim Al Ghazi juz I halaman 304; as Sayyid al Bakri dalam Kitabnya I'anatuth Thalibin Juz II halaman 257-258; juga kitab Mathla`ul Badrain karangan Syaikh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathoni.