Human Interest Story

Perempuan Muda Perajin Cobek di Cianjur Ini Tetap Bertahan di Tengah Pandemi, Sehari Bisa Buat 100

sudah beberapa pekan bandar coet terkendala pandemi corona dalam memasarkan barang.

Editor: Machmud Mubarok
TribunCirebon.com/Ferri Amiril Mukminin
Rani Anjani (22), perajin coet tradisional di Cianjur, tetap memproduksi kerajinan dari tanah liat itu walau di masa Pandemi Corona. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ferri Amiril Mukminin

TRIBUNCIREBON.COM, CIANJUR - Di tengah pandemi corona, seorang perempuan muda perajin coet tradisional atau cobek, Rani Anjani (22), berusaha bertahan dengan tetap memproduksi coet setiap hari.

Meski pemasaran yang terkendala pembatasan sosial berskala besar (PSBB), ia tetap membuat coet sebanyak 100 buah per harinya.

Usaha yang ditekuni dan merupakan warisan usaha kerajinan keluarga ini bertempat di Kampung Ciluncat, Desa Cibadak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur.

Rani berharap pandemi corona dan PSBB segera berakhir.  Ia mengatakan untuk warga di daerah meski tak terimbas langsung, untuk distribusi ke luar kota mulai terganggu.

"Saya tetap bertahan pa, sehari saya mampu membuat coet sebanyak 100 buah, kalau sebulan bisa ada tiga ribu coet yang siap didistribusikan," kata Rani.

Menurutnya, proses pembuatan coet hingga siap didistribusikan memakan waktu sekitar satu bulan.

"Kalau bikinnya cepet, tapi nanti ada proses pengeringan selama seminggu. Setelah kering lalu dibakar, setelah itu ada proses pengkondisian," katanya.

Terjebak di Bali Gara-gara Covid-19, Turis Asal Kirgiztan Terpincut Pemandu Wisata Akhirnya Pacaran

Mimpi Aneh Soeharto Sebelum Meninggal, Beranikan Diri Cerita ke Tutut, tapi Malah Ditertawakan

Jadwal Acara TV Hari Ini, Saksikan Sinema India Yeh Teri Galiyan di ANTV dan Bedah Rumah Baru di GTV

Sejak pandemi corona, coet yang ia buat belum berhasil didistribusikan. Namun ia tetap optimistis bisa memasarkan semua coetnya.

"Coet berukuran besar dihargai Rp 5 ribu dan coet ukuran kecil dihargai Rp 1500 kepada bandar yang datang," katanya.

Namun sudah beberapa pekan bandar coet terkendala pandemi corona dalam memasarkan barang.

"Iya pa saya berharap semua yang berkaitan dengan pandemi corona segera berakhir," katanya sambil telaten membuat coet.

Seorang warga lainnya, Hendar (35), memproduksi kerajinan dari tanah liat juga. Ia memproduksi hawu atau kompor tradisional yang juga dari tanah liat.

Hendar mengatakan, ia pun cukup terkena imbas dalam memasarkan barang hasil produksinya.

"Kami tetal berproduksi dan berharap keadaan ekonomi bisa membaik," katanya.

Berbeda dengan membuat coet, Hendar mengatakan ia hanya mampu memproduksi lima buah hawu setiap harinya.

"Kalau bahan campurannya tanah liat, pasir, dan tanah kebun," kata Hendar.

Iim (60) seorang perajin yang sudah makan garam dalam industri rumahan ini mengatakan campuran tanah liat, tanah kebun, dan pasir sungai bisa memperkuat konstruksi dari tanah dan tak mudah pecah saat dibakar.

"Kalau tak dicampur biasanya mudah pecah setelah dibakar," kata Iim.

Kepala Desa Cibadak Elan Hermawan mengatakan, potensi kerajinan coet dan hawu dari desanya sangat mungkin untuk berkembang menjadi destinasi wisata kerajinan.

"Saya melihat saat ini serba modern, tentunya jika dikenalkan kepada kaum milenial tentang tata cara membuat kerajinan akan menjadi daya tarik tersendiri, hal ini sudah menjadi agenda saya ke depan," katanya.

Elan juga mendapat aspirasi dari para perajin mengenai pasar yang kini cukup sulit karena persaingan dengan bahan modern.(fam)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved