Keluh Kesah Orangtua Siswa Bayar SPP Pakai GoPay: Orang Kaya No Problem, Miskin, HP Saja Tak Punya

Rencana pembayaran SPP melalui aplikasi pembayaran ramai dibicarakan setelah diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim

Editor: Fauzie Pradita Abbas
infokomputergrid.di
Ilustrasi transaksi pakai GoPay 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG- Rencana penggunaan aplikasi pembayaran seperti GoPay, Dana, OVO, dan sebagainya sebagai metode pembayaran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) disambut pro dan kontra para orang tua siswa di Jawa Barat.

Sebagian orang tua siswa mengaku gembira pembayaran SPP memakai metode online ini, dengan alasan cara ini lebih efisien dan mudah. Sebagian lagi, terutama yang tinggal di pelosok, mengaku keberatan dan khawatir.

Fredi Bangun (43), warga Jalan Terusan Pasteur, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, mengaku tidak masalah dengan rencana pembayaran SPP memakai uang digital itu asal sosialisasinya dilakukan dengan baik.

"Toh bayar-bayar juga, cuma teknisnya saja yang berubah dari murid ke guru, jadi ke sistem online. Cuma sistem online-nya seperti apa, harus disosialisasikan dulu," ujarnya saat ditemui di Jalan Jawa, Kota Bandung, Jumat (21/2/2020).

Hal senada dikatakan Asep Sudrajat (51), orang tua siswa SMAN 11, Kabupaten Garut. Ia juga sepakat dengan pembayaran nontunai ini.

"Ini idenya bagus sebenarnya. Jadi orang tua yang langsung bayar tanpa harus pergi ke sekolah. Menghemat waktu," ujar warga Muara Sanding, Kecamatan Garut Kota, ini kemarin.

 Sekarang, Bayar SPP Sudah Bisa Pakai GoPay

 Polemik Soal Pembayaran SPP Pakai GoPay, Ini Respons Mendikbud Nadiem Makarim

Sistemnya nanti, kata Asep, harus dibuat semudah mungkin. "Terutama karena banyak orang tua yang masih gagap teknologi," ujarnya.

Nurhayati (46), warga Leuwinutug, Kecamatan Pananjung, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, juga mengaku setuju dengan rencana pembayaran SPP secara online.

"Soalnya bakal lebih praktis dan menghindari terpakainya uang oleh anak," ujar Nurhayati, yang anaknya sekolah di SMAN 1 Soreang.

Berbeda dengan ketiganya, Didin Herdiana (57), orang tua siswa SMKN 1 Garut, mengaku agak keberatan dengan penggunaan sistem tersebut. Ia menilai, cara itu terlalu ribet karena tak biasa digunakan.

"Cara manual saja kayak sekarang. Biar lebih gampang bayar sekolahnya. Kalau di kota besar, sih, enggak apa-apa. Di daerah saya rasa belum siap," kata warga Perumahan Cempaka, Kecamatan Karangpawitan, Garut, ini kemarin.

Didin mengapresiasi langkah pemerintah untuk menerapkam teknologi. Karena itu, jika memang akan diterapkan, kata Didin, sebaiknya tidak wajib.

"Orang mampu enggak akan masalah. Kalau orang tuanya tidak mampu, bagaimana? Tidak semuanya punya HP canggih. Ini yang harus dipikirkan dan tidak bisa disamaratakan di semua daerah," ujarnya.

 Victor Igbonefo Ingin Persib Bandung Bermarkas di Stadion GBLA daripada Si Jalak Harupat

 Gubernur Jawa Barat Setuju Bayar SPP Pakai Dompet Digital

Mukhsin (45), pemilik warung kelontong asal Singajaya, Kecamatan Singajaya, Garut, mengaku setuju saja jika sistem ini diterapkan. "Kalau di kampung saya mah, susah, harus diajarin dulu caranya," ujar Mukhsin, kemarin.

Iwan Kurniawan, orang tua siswa SMA Negeri 2 Kota Tasikmalaya, juga mengaku siap saja melakukan pembayaran SPP melalui layanan online.

"Harus dipikirkan juga orang tua yang tidak memiliki ponsel. Mereka harus bayar SPP ke mana? Karena pembayaran sistem online, mau tidak mau harus memiliki ponsel. Ponselnya pun harus smart phone," kata Iwan.

Hal senada dilontarkan pengawas SMA Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Wilayah XII, H Dadang AP.

Menurutnya, penerapan pembayaran SPP secara online untuk sementara ini seyogianya masih merupakan alternatif pembayaran.

"Bagi para orang tua yang hidup di kota dengan fasilitas ponsel yang memadai, sudah tentu tidak jadi masalah. Mereka tinggal memasang aplikasinya sekaligus menyimpan deposit uang," kata Dadang.

Bagi para orang tua yang tinggal di pelosok dan tidak memiliki ponsel, kata dia, penerapan pembayaran SPP online tentu saja akan merepotkan. Belum lagi orang tua yang tidak punya ponsel.

"Jadi, menurut saya, untuk semantara penerapan pembayaran SPP online hanya sebagai alternatif pembayaran SPP. Jangan menjadi kewajiban yang diatur melalui sebuah regulasi. Kasihan para orang tua yang berada di pelosok," kata Dadang.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim saat mengikuti Rapat Kerja (Raker) perdana dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019). Raker tersebut beragendakan perkenalan dan RKP (Rencana Kerja Pemerintah) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim saat mengikuti Rapat Kerja (Raker) perdana dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019). Raker tersebut beragendakan perkenalan dan RKP (Rencana Kerja Pemerintah) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (TRIBUNNEWS / JEPRIMA)

Rencana pembayaran SPP melalui aplikasi pembayaran ramai dibicarakan setelah diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, belum lama ini.

Menurut Nadiem Makarim, itu belum merupakan kebijakan. Namun, berkembangnya aplikasi pembayaran membuat hal itu mungkin dilaksanakan.

 Jadwal Liga Italia, Juventus Lawan Tim Lemah, Lazio Tandang ke Genoa, Inter Milan Jamu Sampdoria

 Mengenal Sosok Miss Indonesia 2020 Pricilia Carla Yules, Masih 23 Tahun, Berdarah Sulawesi Selatan

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku sangat setuju jika pembayaran SPP dilakukan melalui aplikasi pembayaran.

"Saya sangat setuju kepada apa pun yang memudahkan. Bukan soal GoPay-nya. Bisa pakai OVO, bisa pakai Dana, dan sebagainya," kata Gubernur, kemarin.

Kepala SMAN 3 Bandung, Yeni Gantini, juga menyambut baik hadirnya inovasi tersebut.

"Selama hal itu dijamin keamanannya atau memiliki legitimasi yang jelas, kemudian tidak menghambat kebutuhan sekolah, baik itu untuk kegiatan operasional, investasi, maupun pengecekan data siswa yang telah dan belum membayar kewajiban tersebut, bagi saya tidak menjadi masalah," ujarnya saat ditemui di SMAN 3 Bandung, kemarin.

Akan tetapi, kata Yeni, jika dengan teknologi digital itu justru menjadi kendala bagi pihak sekolah dan para orang tua dalam pengaplikasiannya, hal itu perlu dievaluasi.

"Sebab, bila hal ini justru mempersulit, berarti inovasi itu bukan merupakan kemajuan dari semangat digitalisasi seperti yang diharapkan oleh masyarakat," ucapnya.

Hal senada disampaikan Kepala SMKN 5 Bandung, Rini Ambarwati. Terlebih, ujarnya, sistem pembayaran melalui transaksi online sebenarnya sudah lama dan biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

"Selama adanya sosialisasi yang jelas dan tepat sasaran, saya kira tak ada masalah," ujarnya melalui telepon.

Kepala Dinas Pendidikan Jabar, Dewi Sartika, mengaku belum mendapat arahan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai sistem pembayaran SPP menggunakan dompet digital atau aplikasi pembayaran online.

Selain itu, kata Dewi, pada tahun ajaran 2020-2021, sekolah jenjang SMA dan SMK di Jabar akan dibebaskan dari SPP.

"Akan saya cek ke daerah apakah ada yang sudah menerapkan sistem pembayaran ini atau belum," kata Dewi melalui telepon, kemarin.

Pengamat pendidikan Dan Satriana menilai hadirnya inovasi pembayaran ini adalah bagian dari konsekuensi penggunaan layanan transaksi elektronik seiring beralihnya budaya pembayaran konvensional menjadi keuangan digital.

Meski memiliki dampak positif, kata Dan, tidak semua sekolah di wilayah Indonesia telah terkaver oleh layanan keuangan digital.

"Jadi, sebaiknya jangan menjadi keharusan. Selain itu, agar tak ada konflik kepentingan, sekolah harus dibebaskan untuk memilih bekerja sama dengan penyelenggara keuangan digital mana pun, tidak boleh dimonopoli," ujarnya melalui telepon. (nazmi abdurrahman/cipta permana/syarif abdussalam/firman wijaksana/firman suryaman)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved