Tak Terima Prabowo Dibilang Lembek Tangani China di Natuna, Dahnil: PKS Ingin Men-down Grade Menhan
Menurut dia, PKS ingin menurunkan wibawa Menhan dengan menyebut Prabowo tidak tegas terhadap persoalan tersebut.
TRIBUNCIREBON.COM - Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak angkat bicara soal sikap Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) terhadap Prabowo atas persoalan klaim China terhadap Perairan Natuna.
//
Menurut dia, PKS ingin menurunkan wibawa Menhan dengan menyebut Prabowo tidak tegas terhadap persoalan tersebut.
"Pernyataan PKS saya pahami sebagai pernyataan politik yang sarat dengan modus men-down grade Menhan. Abai dengan fakta bahwa sikap Menhan ya sama dengan seperti disampaikan Menlu sebagai otoritas diplomasi luar negeri," ucap Dahnil Anzar Simanjuntak melalui akun Twitter resminya, seperti dikutip Kompas.com, Sabtu (4/1/2020).
Juru Bicara PKS Muhammad Kholid sebelumnya mengkritik sikap Menteri Perthanan Prabowo yang terkesan menganggap enteng masalah kedaulatan bangsa.
Hal itu menyusul pernyataan Prabowo saat menanggapi pertanyaan awak media ihwal dilewatinya Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Perairan Natuna oleh tiga kapal asing di Kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jumat (3/1/2020).
Saat itu, menurut dia, Prabowo menanggapi persoalan pelanggaran batas wilayah itu secara santai.
Tak sampai di sana, Prabowo juga menyatakan agar persoalan ini diselesaikan dengan baik lantaran China merupakan salah satu negara sahabat Indonesia.
Sementara itu, Dahnil Anzar menegaskan bahwa upaya damai yang dilakukan pemerintah bukan berarti tidak bersikap tegas dan inferior.
Pemerintah selalu mengedepankan prinsip diplomasi di dalam menyelesaikan setiap masalah.
"Sesuai dengan prinsip diplomasi seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak, dan prinsip pertahanan kita yang defensif bukan ofensif. Maka, penyelesaian masalah selalu mengedepankan upaya kedua prinsip di atas. Maka langkah-langkah damai harus selalu diprioritaskan," ucap dia.
Dalam rapat dengan Menkopolhukam sebelumnya, ia menambahkan, ada empat sikap dan langkah damai yang disepakati.
Pertama, China telah melanggar ZEEI dan Indonesia menolak klaim China terkait traditional fishing ground yang tidak memiliki landasan hukum.
Kedua, Indonesia juga menolak klaim atas penguasaan Laut Natuna Utara atas dasar Nine Dash Line.
Selain itu, untuk mengamankan perairan Natuna, akan dilakukan operasi oleh TNI secara intensif.
Terakhir, akan dilakukan peningkatan kegiatan ekonomi di sekitar wilayah ZEEI Natuna.
"Jadi, keempat sikap dan langkah ini adalah cara-cara damai untuk tetap mempertahankan hak kedaulatan kita sebagai bangsa," ujar dia.
Selain itu, kata Dahnil Anzar, meski telah meminta TNI untuk mengintensifkan patroli di sana, Prabowo dalam posisi siap menerima perintah sikap negara melalui Presiden Joko Widodo, apa pun keputusannya.
Sebelumnya, Muhammad Kholid menyatakan, Prabowo seharusnya bertindak tegas dant tidak boleh menganggap enteng masalah kedaulatan bangsa.
"Pak Prabowo sebagai Menteri Pertahanan tidak boleh anggap isu kedaulatan sebagai isu yang enteng. Santai. Sikapnya harus tegas dan punya wibawa. Kalau lembek, santai-santai, bangsa ini akan semakin direndahkan oleh bangsa lain karena tidak punya keberanian dalam bersikap," ujar Kholid dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (4/1/2020).
China Klaim Punya Hak
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China menyampaikan tanggapannya terhadap permasalahan perbatasan dengan Indonesia di Perairan Natuna.
Menurut Kemenlu China, selama ini negaranya konsisten terhadap posisi ZEE sesuai dengan hukum internasional seperti ditetapkan pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Juru Bicara Kemenlu China, Geng Shuang, menyatakan tidak peduli jika Indonesia masih tidak terima dengan hal itu.
"Apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta bahwa China memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan," kata Geng, seperti dikutip dari pemberitaan Global Times, Jumat (3/1/2020).
Pernyataan itu disampaikannya sebagai tanggapan atas nota protes yang sebelumnya dilayangkan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia pada 31 Desember 2019.
Lebih lanjut, China menganggap penghargaan arbitrase Laut Cina Selatan adalah ilegal dan dibatalkan demi hukum.
"Kami telah lama menegaskan bahwa China tidak menerima atau mengenalinya. China dengan tegas menentang negara, organisasi, atau individu mana pun yang mengganggu putusan arbitrase yang tidak sah untuk melukai kepentingan China," kata dia.
Dalam sebuah jumpa pers, Geng menyebut negaranya memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha di Laut China Selatan dan memiliki hak atas perairan di sekitar kepulauan tersebut.
Ia juga menyatakan, wilayah perairan itu sudah lama digunakan oleh nelayan China untuk mencari ikan, karena merupakan teritori China secara sah.
Di akhir pernyataannya, Geng menegaskan China melalui Duta Besar ingin terus bekerja sama dengan Indonesia dan menyelesaikan segala bentuk perselisihan melalui dialog bilateral.
Hal ini ditujukan untuk menjaga hubungan baik dan kerja sama yang telah terjalin antar dua negara, juga menjaga stabilitas regional.
Sebelumnya, kapal pencari ikan dan coast guard milik China berlayar di kawasan perairan Natuna yang berdasarkan Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Pemerintah Indonesia mencoba jalur diplomasi untuk menyelesaikan masalah ini dengan melayangkan nota protes terhadap China melalui Duta Besar yang ada di Jakarta.
Sementara itu, TNI dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI terus disiagakan di Perairan Natuna yang masuk dalam Provinsi Riau untuk memantau kondisi di sana. Penjagaan ini dilakukan karena sejumlah kapal milik China masih ada di sana.
Adapun, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, melalui juru bicaranya, Dahnil Anzar, menyatakan, mengedepankan diplomasi damai untuk menyelesaikan persoalan ini dengan China. Ada 4 sikap dan langkah Indonesia merespons persoalan ini, yaitu:
- Pertama, menyatakan bahwa China telah melanggar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Indonesia juga menolak klaim dari China terkait traditional fishing ground, yang dianggap tidak memiliki landasan hukum.
- Kedua, Indonesia menolak klaim penguasaan Laut Natuna Utara atas dasar Nine Dash Line.
- Ketiga, akan dilakukan operasi di Laut Natuna oleh Tentara Nasioanl Indonesia (TNI) secara intensif.
- Keempat, peningkatan kegiatan ekonomi di sekitar wilayah ZEE atau Laut Natuna.