LIVE STREAMING TV Online Mata Najwa oleh Najwa Shihab, Kupas Tuntas Tema Menggugat Negara Lewat MK

Tema Mata Najwa, acara yang dipandu host Najwa Shihab nanti malam yakni Menggugat Negara Lewat Mahkamah Konstitusi (MK)

Editor: Fauzie Pradita Abbas
Kolase Tribun Jabar/Instagram @najwashihab
Najwa Shihab 

TRIBUNCIREBON.COM - Berikut ini link Live Streaming TV Online dan Trans 7 Mata Najwa Rabu 2 Oktober 2019 jam 20.00 WIB.

Tema Mata Najwa, acara yang dipandu host Najwa Shihab nanti malam yakni Menggugat Negara Lewat Mahkamah Konstitusi (MK)

"Aturan batas usia perkawinan digugat ke MK. Mereka yang pernah jadi korban pernikahan dini, menggugat pasal dalam UU Perkawinan yang mengatur batas usia menikah laki-laki 19 tahun & perempuan 16 tahun.

Saya menikah umur 14 tahun, kelas 2 SMP. Saya dijemput dari sekolah oleh orang tua, tau-tau di rumah saya dilamar. Katanya saya nikah saja, karena mama enggak bisa biayain kamu terus," cerita Endang Wasrinah di #MataNajwa, salah satu penggugat UU Perkawinan.

#MataNajwa, "Menggugat Negara Lewat MK", Rabu, 2 Oktober 2019. 20.00 WIB di @officialTRANS7.," tulis akun @matanjawa.

 Ucapannya Akan Disanggah Ali Ngabalin, Haris Azhar Tertawa: Nggak Perlu Ditanggapi

 Jika Jokowi Tidak Keluarkan Perppu KPK, Haris Azhar: Saya Sedih, Tapi Pak Masinton Pasaribu Senang

 Reaksi Mahfud MD Dengar Haris Azhar Sebut Partisipasi Rakyat Nggak Cuma Saat Nyoblos

 Chord Kunci Gitar Man Ana Nisya Sabyan Lengkap dengan Artinya

Berikut sejumlah undang-undnag yang digugat di MK.

1. Batas usia pernikahan

Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui alasan para pemohon dalam uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terkait batas usia perkawinan anak yang dinilai menimbulkan diskriminasi.

Namun, dalam putusanya, MK hanya mengabulkan sebagian permohonan pemohon.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (13/12/2018).

Sebelumnya, ketentuan batas usia menikah yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ditentang oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat sipil.

Mereka mengkritisi batas minimal usia perkawinan perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. MK menilai UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak.

Dalam UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Sehingga siapa pun yang masih berusia di bawah 18 tahun masih termasuk kategori anak-anak.

2. Hapus aturan laragan nikah antar karyawan sekantor

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi Pasal 153 Ayat 1 Huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Permohonan tersebut diajukan delapan pegawai, yakni Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputro, Airtas Asnawi, Syaiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih.

Dengan adanya putusan MK tersebut, sebuah perusahaan tidak bisa menetapkan aturan yang melarang karyawannya menikah dengan rekan kerja satu kantor.

"Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim MK Arif Hidayat dalam sidang pleno di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2017).

Dalam pertimbangan, MK menyatakan, pertalian darah atau perkawinan adalah takdir, hal yang tak dapat dielakkan.

Selain itu, dengan adanya perkawinan, tidak ada hak orang lain yang terganggu.

MK juga menyatakan, perusahaan mensyaratkan pekerja atau buruh tidak boleh mempunyai pertalian darah atau perkawinan dengan pekerja lain dalam satu perusahaan dan menjadikan hal itu sebagai alasan pemutusan hubungan kerja tidak sejalan dengan norma Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights.

"Berdasarkan pertimbangan tersebut, permohonan para pemohon beralasan menurut hukum," kata Arief.

Selain mengabulkan permohonan, MK juga menyatakan frasa "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama" dalam Pasal 153 Ayat 1 Huruf f bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tulisnya.

3. UU MD3

Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3. Salah satunya, MK membatalkan kewenangan DPR untuk bisa memanggil paksa seseorang.

"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Hakim MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 16/PUU-XVI/2018, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/6/2018). Kewenangan DPR melakukan pemanggilan paksa ini semula diatur dalam Pasal 73 Ayat (3), Ayat (4), Ayat (5), dan Ayat (6) UU MD3.

Dalam pasal tersebut, DPR berhak melakukan panggilan paksa setiap orang yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah.

Panggilan paksa ini dilakukan dengan menggunakan kepolisian. Dijelaskan pula bahwa dalam menjalankan panggilan paksa, kepolisian dapat menyandera setiap orang untuk paling lama 30 hari.

MK mengabulkan permohonan pemohon dari Forum Kajian Hukum dan Konstitusi untuk membatalkan ketentuan soal pemanggilan paksa tersebut.

"Pasal 73 Ayat (3), Ayat (4), Ayat (5), dan Ayat (6) [...] bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Anwar Usman.

Dalam pertimbangannya, MK berpendapat bahwa panggilan paksa dan sandera adalah ranah hukum pidana. Sementara proses rapat di DPR bukan bagian dari penegakan hukum pidana. MK juga menilai kewenangan DPR untuk melakukan pemanggilan paksa bisa menimbulkan kekhawatiran yang berujung pada rasa takut setiap orang. Hal itu juga dapat menjauhkan hubungan kemitraan secara horizontal antara DPR dengan rakyat.

Berikut link Live Streaming TV Online Mata Najwa yang dipandu langsung oleh Najwa Shihab :

Klik >>> link Live Streaming 1 di sini

Klik >>> link Live Streaming 2 di sini

Klik >>> link Live Streaming 3 di sini

klik >>> link Live Streaming 4 di sini 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved