HL TRIBUN JABAR di Akhir September: Polisi Antisipasi Pelajar Berdemo, Ada Akun Penyeru Unjuk Rasa

Polisi akan melakukan penyekatan di sejumlah jalan menuju Gedung Sate untuk mengantisipasi pelajar berunjuk rasa.

TribunCirebon.com/Ahmad Imam Baehaqi
ILUSTRASI 

TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Polisi akan melakukan penyekatan di sejumlah jalan menuju Gedung Sate untuk mengantisipasi pelajar berunjuk rasa. Antisipasi itu dilakukan menyusul beredarnya seruan berunjuk rasa di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (30/9). Seruan itu ditemukan di media sosial Instagram, Minggu (29/9).

"Kami akan melakukan yang sifatnya pencegahan, bukan represif. Selamatkan anak-anak yang berangkat ke Gedung Sate untuk dikembalikan ke sekolah atau rumah masing-masing. Kami juga berharap KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) turut serta mencegah anak-anak terlibat bentrok," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, kemarin.

Kehadiran pelajar saat berunjuk rasa, kata Trunoyodo, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Pasal 15 huruf a menyebutkan, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik," kata Trunoyudo.

Polda Jabar, kata Trunoyudo, sudah berkoordinasi dengan semua kepala SMA/SMK di Jabar dan sudah mendatangi mereka. "Bahwa seruan ajakan unjuk rasa pada anak-anak itu namanya eksploitasi anak dan kami meminta sekolah jangan terkecoh," ujarnya.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Arist Merdeka Sirait, mengatakan, pelibatan anak untuk dimobilisasi ikut serta demonstrasi dan berbuat anarki merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar hak anak.

"Oleh karena itu, siapa pun dan pihak mana pun yang mengeksploitasi anak untuk kegiatan politik dan menanamkan paham-paham radikalisme dan ujaran kebencian kepada anak harus segera dihentikan," ujar Arist dalam keterangan tertulisnya.

Akun

Akun yang menyebarkan seruan berunjuk rasa di antaranya kolektifa, pembebasanbandung, aliansirakyatantipenggusuran, dan aliansipelajarbandung. Seruan itu bertujuan agar semua pihak kembali turun ke jalan menuntut pembatalan UU KPK, menolak pengesahan RKUHP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Minerba, RUU Pertanahan, Pemasyarakatan, dan membatalkan pimpinan KPK bermasalah.

Dalam postingannya, mereka memilih diksi "Rakyat Gugat Negara" dan "Aliansi Rakyat Menggugat (Alarm)".

"Tanpa pemimpin, tanpa penokohan, tanpa kompromi, Aliansi Rakyat Menggugat adalah semua dari kita yang sepakat memperjuangkan 7+1 dari tuntutan kita," begitu bunyi seruan unjuk rasa seperti dikutip dari akun Instagram pembebasanbandung.

Akun-akun itu juga menyebarkan seruan unjuk rasa pada Selasa (24/9) di Gedung Sate. Unjuk rasa pada hari itu berakhir ricuh sekitar pukul 16.00 dan pukul 20.00. Saat itu, massa pelajar juga hadir.

Pada aksi 24 September di Gedung DPRD Jabar, kata Trunoyudo, kelompok tersebut tidak menyampaikan pemberitahuan aksi. "Di Undang-undang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, harus jelas siapa yang berunjuk rasa dan siapa penanggung jawabnya. Dari kelompok tersebut tidak ada pemberitahuan, berarti sudah ada pelanggaran terhadap undang-undang," ujarnya.

Dia menambahkan, Subdit V Ditreskrimsus Polda Jabar tengah menyelidiki siapa di balik akun-akun yang menyebarkan seruan unjuk rasa pada pelajar. "Ya, kami lakukan penyelidikan lewat Subdit V Ditreskrimsus Polda Jabar," katanya.

Saat dikonfirmasi soal rencana aksi itu, pihak kepolisian belum menerima surat pemberitahuan aksi dari kelompok tersebut. Pemberitahuan aksi itu sudah diamanatkan di Pasal 11 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved