BREAKING NEWS - Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman Bebas dari Lapas Sukamiskin, Ini Penjelasannya
Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman dikeluarkan dari penjara Lapas Sukamiskin Bandung alias bebas pada Kamis (26/9/2019).
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNCIREBON.COM - Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman dikeluarkan dari penjara Lapas Sukamiskin Bandung alias bebas pada Kamis (26/9/2019).
"Dilakukan proses pengeluaran satu narapidana tersebut pada Kamis (26/9/2019) bernama Irman Gusman," ujar Kadiv Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Abdul Aris dalam keterangan tertulisnya pada Tribun, Jumat (27/9/2019).
Ia mengatakan, Irman dikeluarkan karena menyusul ada putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung terhadap Irman, yang menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan.
"Sudah dibayarkan pada 9 Maret 2017. Eksekusi putusan itu dilakukan oleh dua petugas KPK Ri," ujar Aris.
Dalam putusan PK MA itu, mengurangi hukuman Irman menjadi tiga tahun dari semula 4 tahun 6 bulan di tingkat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, karena kasus suap terkait kuota gila impor pada Februari 2017.
Putusan PK MK itu dijatuhkan pada Selasa (24/9/2019) oleh majelis hakim PK yang diketuai oleh Eddy Army dan Abdul Latif. Selain mengurang hukuman, PK itu tetap mencabut hak politik Irman selama tiga tahun.
Lutfi Hasan Ishaaq Keluar Lapas
Kepala Lapas Sukamiskin Bandung, Abdul Karim menerangkan terpidana korupsi suap kuota daging impor Kementan, Lutfi Hasan Ishaaq, pada Minggu (22/9/2019) menghadiri pernikahan anaknya di Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
"Menghadiri undangan pernikahan anaknya. Yang bersangkutan izin luar biasa, keluar sudah melalui prosedur yang ditetapkan. Cuma satu hari, berangkat pagi pulang selesai Magrib," ujar Abdul Karim di kantornya, Jalan AH Nasution Bandung, Senin (23/9).
Seperti diketahui, Lutfi tampak memasuki lapas pada pukul 21.35. Ia keluar dari Fortuner hitam dengan nomor polisi B 1027 F pada Minggu (22/9) malam.
"Pengajuannya dari pak Lutfi sendiri, dia menyampaikan bahwa ada anaknya yang menikah kemudian surat pengajuan disampaikan. Lalu kami tindak lanjuti dengan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang anggotanya pejabat di Lapas Sukamiskin.
"Dalam sidang itu diputuskan, karena ini sesuai dengan protap bahwa ada izin luar biasa untuk orang tua sakit, orang tua meninggal, dan menjadi wali nikah. Karena ini sudah melalui prosedur, jadi bisa diberikan kepada Lutfi Hasan Ishaaq," ujar Abdul Karim.
Saat pulang ke Lapas Sukamiskin, dua orang tampak mengawalnya. Satu orang berseragam batik dan mengenakan tanda pengenal dari Lapas Sukamiskin. Kemudian satu lagi berjaket kuning dan satu orang sopir.
"Iya betul, ada dari kami dari polisi juga ada. Jadi ada tiga orang dari kami yang mengawal. Kendaraan juga dari sini," kata Abdul. Lutfi Hasan Ishaaq merupakan mantan Presiden PKS. Ia divonis bersalah karena menerima suap terkait pengurusan kuota daging impor di Kementerian Pertanian.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukumnya dengan pidana penjara selama 8 tahun.
Lutfi Hasan Ishaaq Divonis 16 Tahun Penjara
Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan 1 tahun penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan, Luthfi terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
"Menyatakan Luthfi Hasan Ishaaq terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal Lubis saat membacakan putusan Luthfi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (9/12/2013).
Luthfi bersama rekannya, Ahmad Fathanah, terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, terkait kepengurusan penambahan kuota impor daging sapi. Uang itu diterima Luthfi ketika masih menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden PKS.
Untuk tindak pidana korupsi, Luthfi dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Luthfi juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjabat anggota DPR RI 2004-2009 dan setelah tahun tersebut. Luthfi dianggap terbukti menyembunyikan harta kekayaannya, menempatkan, mentransfer, mengalihkan, atau membayarkan.
Dalam kasus tindak pidana korupsi, jaksa menjelaskan bahwa pemberian uang Rp 1,3 miliar tersebut dilakukan agar Luthfi memengaruhi pejabat Kementan sehingga memberikan rekomendasi atas permintaan tambahan kuota impor daging sapi sebanyak 8.000 ton yang diajukan PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya.
Pemberian uang dilakukan oleh Direktur PT Indoguna Utama Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi melalui Fathanah pada 29 Januari 2013. Uang itu disebut bagian dari commitment fee (komisi) Rp 40 miliar yang dijanjikan kepada Luthfi melalui Fathanah. Pemberian uang Rp 1,3 miliar itu berawal saat Fathanah mengadakan pertemuan dengan Maria dan pengusaha Elda Devianne Adiningrat.
Dalam pertemuan tersebut, Maria menyampaikan permintaan agar dibantu mengurus tambahan kuota impor daging sapi. Fathanah pun mempertemukan Maria dengan Luthfi.
Pada 28 Desember 2012, kedua belah pihak bertemu di Restoran Agus Steak House Senayan. Terbukti, kemudian Luthfi mempertemukan Menteri Pertanian Suswono dengan Maria di Medan, Sumatera Utara. Hal itu supaya Luthfi memiliki alasan memengaruhi Suswono soal kebijakan kuota impor daging sapi.
Berdasarkan keterangan Elizabeth, uang Rp 1 miliar diberikan kepada Luthfi setelah ia dipertemukan dengan Suswono. Selain itu, Luthfi juga berusaha memengaruhi Suswono melalui Sekretaris Menteri Pertanian, Baran Wirawan, agar peka terhadap isu kelangkaan dan tingginya harga daging sapi karena maraknya peredaran.
Vonis Luthfi ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yaitu 18 tahun penjara. Atas putusan tersebut, Luthfi menyatakan tidak terima dan langsung mengajukan banding.
"Tanpa mengurangi rasa hormat pada Majelis Hakim yang menerima tuntutan jaksa dan mengenyampingkan apa yang disampaikan penasehat hukum saya. Saya tidak bisa menerima dan akan naik banding," kata Luthfi. (*)