SIKAP Basaria Panjaitan saat Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode Mengundurkan Diri dari KPK
Sebanyak 56 anggota Komisi III yang mewakili seluruh fraksi ikut memberikan hak suaranya.
TRIBUNCIREBON.COM - Komisi III DPR RI menetapkan Irjen Pol Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) periode 2019-2023.
"Berdasarkan diskusi, musyawarah dari seluruh perwakilan fraksi yang hadir menyepakati untuj menjabat Ketua KPK masa bakti 2019-2023 sebagai ketua adalah saudara Firli Bahuri," ujar Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin saat memimpin rapat.
Sebelumnya, pemilihan lima calon pimpinan dilakukan melalui mekanisme voting setelah tahap uji kepatutan dan kelayakan di ruang Komisi III.
Sebanyak 56 anggota Komisi III yang mewakili seluruh fraksi ikut memberikan hak suaranya.

Masing-masing anggota memilih dengan cara melingkari 5 nama dari 10 capim. Setelah itu mekanisme voting dilakukan untuk memilih ketua KPK.
Kelima capim KPK terpilih tersebut adalah
1. Nawawi Pomolango, jumlah suara 50
2. Lili Pintouli Siregar, jumlah suara 44
3. Nurul Ghufron, jumlah suara 51
4. Alexander Marwata, jumlah suara 53
5. Firli Bahuri, jumlah suara 56
Kontroversi
Nama Firli Bahuri sebelumnya menuai kontroversi karena mendapat penolakan sejumlah pihak, termasuk dari internal KPK.
KPK bahkan menyatakan bahwa Irjen Firli yang merupakan mantan Deputi Penindakan KPK telah melakukan pelanggaran etik berat.

Menurut Penasihat KPK Muhammad Tsani Annafari, Firli Bahuri melakukan pelanggaran hukum berat berdasarkan kesimpulan musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.
"Musyawarah itu perlu kami sampaikan hasilnya adalah kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat," kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019). Tsani mengatakan, pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli itu berdasarkan pada tiga peristiwa.
Pertama, pertemuan Irjen Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi pada 12 dan 13 Mei 2019. Padahal, saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.
Firli tercatat pernah menjadi Kapolda NTB pada 3 Februari 2017 hingga 8 April 2018, sebelum menjadi Deputi Penindakan KPK.
Kedua, Firli melanggar etik saat menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK Pada 8 Agustus 2018.
Ketiga, Fili pernah bertemu petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
Konpers yang dilakukan KPK itu kemudian menuai polemik. Sebab, salah satu pimpinan KPK, Alexander Marwata, menyatakan bahwa pengumuman pelanggaran etik Firli tidak disetujui mayoritas pimpinan.
Pernyataan Alexander itu kemudian dibantah Ketua KPK Agus Rahardjo. Menurut Agus, pengumuman itu telah disetujui mayoritas pimpinan KPK.
Tanggapan
Firli mengakui bahwa dia bertemu Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang ( TGB) pada 13 Mei 2018.
Namun, ia membantah adanya pembicaraan terkait penanganan kasus.
Firli mengaku sudah sejak lama mengenal TGB. Saat ia masih menjabat sebagai Kapolda NTB, anak TGB yang bernama Aza juga telah akrab dengannya.

Basaria Panjaitan Ucapkan Selamat kepada Pimpinan KPK yang Terpilih
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan yang tak lolos dalam tes psikologi seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023, mengucapkan selamat dan sukses kepada pimpinan KPK yang terpilih.
"Selamat dan sukses, (tetap) bisa melanjutkan langkah-langkah pencegahan dan penindakan yang telah dilakukan (sebelumnya)," ujar Basaria Panjaitan kepada Tribun-Medan.com, Jumat (13/9/2019) malam.
Sebagaimana diketahui, nama Basaria tidak ada dalam daftar 40 nama capim yang lolos saat diumumkan oleh Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK, pada Senin (5/8/2019) lalu.
Sementara itu, dua koleganya sesama pimpinan KPK, yakni Alexander Marwata dan Laode M Syarif lolos tes psikologi dan berhak ikut tahapan selanjutnya.
Namun, hanya Alexander Marwata satu-satunya yang terpilih dari Komisioner yang lama.
Basaria yang akan mengakhiri masa jabatannya pada Desember 2018 itu hanya menjawab singkat saat ditanya soal pengumuman tersebut.
"Itu sudah hasil yang terbaik, Mas," kata Basaria saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (6/8/2019).
Kepada koleganya yang terpilih, Basaria hanya berpesan agar keduanya tetap optimistis.
Sepak terjang Firli Bahuri dari awal karier hingga kini ditetapkan sebagai Ketua KPK.
Firli Bahuri lahir di Prabumulih, Sumatera Selatan, pada 7 November 1963.
Ia pertama kali menjadi anggota Polri sebagai lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1990.
Firli kemudian masuk di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1997.
Pada 2001, Firli menjabat Kapolres Persiapan Lampung Timur.
Pada 2004, dia kemudian menempuh Sekolah Pimpinan Menengah (Sespimen).
Kariernya berlanjut dengan ditarik ke Polda Metro Jaya menjadi Kasat III Ditreskrimum pada 2005-2006.
Selanjutnya dua kali berturut turut menjadi Kapolres, yakni Kapolres Kebumen dan Kapolres Brebes pada 2008 saat pangkatnya masih AKBP.
Kariernya semakin moncer ketika ditarik ke ibu kota menjadi Wakapolres Metro Jakarta Pusat, tahun 2009 lalu.
Kepercayaan terus mengalir pada Firli.
Ia didapuk menjadi ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2010.
Keluar dari Istana, Firli lantas memegang jabatan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jateng tahun 2011.
Firli kembali ke Istana dan kali ini menjadi ajudan Wapres RI tahun 2012, saat itu Boediono.
Dengan pangkat komisaris besar, Firli menjabat Wakapolda Banten tahun 2014.
Firli juga sempat mendapat promosi Brigjen saat dimutasi jadi Karo Dalops Sops Polri pada 2016.
Setelah itu, bintang satu (Brigjen) berada di pundaknya kala menjabat Wakapolda Jawa Tengah pada 2016.
Berturut-turut, mulai 2017, Firli Bahuri menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat untuk menggantikan pejabat sebelumnya Brigjen Pol Umar Septono.
Usai menjabat Kapolda NTB, Firli berkarier di Gedung KPK.
Ia dilantik pimpinan KPK sebagai Deputi Penindakan KPK pada 6 April 2018.
Saat di KPK, Firli masih berpangkat Brigjen, pada April 2018 lalu.
Tak berselang lama, kenaikan pangkat pun diterimanya menjadi bintang dua (Irjen).
Diangkatnya Firli sebagai Deputi Penindakan KPK pun sempat mengundang tanya.
Sebab, Firli merupakan bekas ajudan mantan Wakil Presiden Boediono yang sempat tersandung beberapa kasus dugaan korupsi.
Selama kurang lebih setahun di KPK, Firli kemudian ditarik kembali ke Polri pada 20 Juni 2019.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, penarikan itu dilakukan lantaran Firli Bahuri telah mendapat jabatan baru di Korps Bhayangkara.
Ternyata, Firli didapuk menjadi Kapolda Sumatera Selatan, jabatan yang ia emban hingga saat ini.
Kasus Korupsi yang Pernah Ditangani
Penyidik Polri ini pernah membongkar kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Tambunan.
Saat itu, Firli masih berpangkat AKBP dan tergabung dalam tim independen Polri yang mengungkap kasus mafia pajak tersebut.
Kala menjadi Kapolda NTB ini pun memimpin Polda NTB sedang menyelesaikan kasus dugaan korupsi perekrutan CPNS K2 Dompu dengan tersangka Bupati Dompu H Bambang Yasin (HBY).
Sepanjang jenjang kariernya, ia telah mengungkap ratusan kasus korupsi baik di Jawa Tengah, Banten, maupun Jakarta.
Tiga Pimpinan KPK Mundur, Kembalikan Mandat pada Presiden Jokowi, Basaria Alex Absen.

Terpilihnya Irjen Firli sebagai Ketua KPK, tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lama menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua Saut Situmorang dan La Ode.
Dalam pernyataanya, Agus menyatakan pihaknya prihatin dengan kondisi pemberatasan korupsi yang saat ini ia anggap mencemaskan.
Menurut Agus, saat ini KPK dikepung dari berbagai sisi.
Pimpinan KPK, lanjut Agus, prihatin dengan revisi UU KPK.
Agus mengaku hingga saat ini pihaknya belum mengetahui apa isi dari RUU KPK tersebut.
"Sampai saat hari ini, kami draft yang sebetulnya saja tidak mengetahui," kata Agus dalam siaran live di akun Twitter KPK, Jumat (13/9/2019).
Agus melanjutkan, pimpinan KPK juga merasa revisi UU KPK dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
"Saya juga mendengar rumor, dalam waktu cepat akan segera diketok.
Ini kita bertanya-tanya sebetulnya kegentingan apa sehingga harus buru-buru disahkan," ujar Agus.
Lebih jauh, Agus mengaku sudah bertemu dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Namun, saat bertemu dengan Yasonna, Agus mengaku juga tak mendapatkan draft RUU KPK.
Saat itu, Yasonna menyatakan KPK bakal diundang dalam pembahasan.
Tetapi, berdasarkan pemberitaan Kompas hari ini disebutkan pembahasan RUU KPK tak lagi memerlukan konsultasi termasuk dengan KPK.
"Mungkin ini apa memang betul ini mau pelemahakan KPK," ujar dia.
Karena itu, setelah mempertimbangkan hal-hal itu, pimpinan KPK menyatakan menyerahkan pengelolaan KPK ke Presiden.
"Dengan berat hati ini Jumat 13 September kami menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK ke bapak Presiden.
Kami menunggu perintah apakah kemudian kami masih akan dipercaya sampai Desember.
Kami menunggu perintah itu, mudah-mudahan kami diajak bicara Presiden," ujar dia.
Dalam video yang diunggah KPK di akun resminya, unsur pimpinan yang hadir hanya tiga orang yakni Saut Situmorang, Agus Rahadjo dan Laode M Syarif.
Dua lagi, Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata tidak terlihat.
Padahal, Saut sebelumnya mengatakan akan mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK periode 2015-2019.
Saat konferensi pers, Saut pun menegaskan bahwa dirinya hadir dalam konferensi pers tersebut bukan berarti ia kembali ke KPK.
"Saya hari ini bukan kembali ya (ke KPK), saya berkunjung, oke? Clear ya," ujar Saut.
Ketika ditanya lebih lanjut oleh awak media, Saut pun terlihat enggan menjawab.
Saut kemudian masuk ke dalam gedung.
Hal itu seakan mengonfirmasi bahwa Saut memang telah mundur dari lembaga antirasuah tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Saut lewat surat elektronik ke jajaran pegawai KPK.
Penasihat KPK Tsani Annafari membenarkan adanya surat elektronik itu.
"Ada email itu. Tapi tanya beliau saja," kata Tsani saat dikonfirmasi, Jumat (13/9/2019).
Dalam surat itu, Saut mengatakan pengunduran dirinya sebagai pimpinan KPK berlaku terhitung sejak Senin (16/9/2019).
Dalam surat elektronik itu, Saut meminta maaf dan berterima kasih kepada sesama koleganya yaitu Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata dan Laode M Syarif.
Ia juga meminta maaf dan berterima kasih kepada seluruh jajaran KPK.
"Setelah hampir 4 tahun kurang beberapa bulan kita bersama-sama, saya tahu beberapa diantara teman-teman pasti pernah sebel bingit sama saya karena style saya.
Saya mohon maaf karena dlm banyak hal memang kita harus bisa membedakan antara cemen dengan penegakan 9 nilai KPK yg kita miliki (Jujur, Peduli, Mandiri, Disiplin, Tanggung jawab, Kerja Keras, Sederhana, Berani dan Adil) yang kita tanamkan dan ajarkan selama ini," demikian bunyi surat elektronik Saut itu.
Ia berharap seluruh jajaran KPK bisa memegang nilai-nilai itu dengan baik.
Dalam surat elektronik itu, Saut juga berpesan kepada sejumlah pegawai KPK.
Yaitu, Saut menitipkan ID card, dokumen asuransinya hingga menghapus alamat surat elektroniknya.
"Buat mas Yudi (ketua WP tetaplah Konsisten bro antum masih komandan).
Kunci Sepeda yg saya sumbangkan untuk Doa dan Momentos/Harapan kita agar siapa pelaku kejahatan atas Novel bisa ditemukan, saya titipkan di Mbak Arien (with thanks)," tulis Saut.
Ia juga berterima kasih kepada pihak protokoler KPK yang telah menata jadwal kegiatannya selaku Pimpinan KPK selama ini.
"Terima kasih. Kapan kapan kita pasti ketemu lagi. Trims juga untuk semua staf ACLC, mbak Dinov Lae Sinaga, Tim PJKAKI, Dikyanmas Mas Giri dll yg tdk bisa saya sebut satu persatu. Pasti teman teman jadi bagian yag paling manis dlm sejarah hidup saya.Termausuk tim Biro Hukum," kata Saut.
Ia juga meminta seluruh koordinator wilayah KPK untuk terus bersemangat bekerja menjaga Indonesia dari kejahatan korupsi.
"Kita hadir untuk menjaga orang orang baik agar tetap baik, semangatlah meningkatkan intervensi kita pada www.korsupgah. kpk.go.id dan Lakukan terus Inovasi termasuk tim Korsupdak dgn komandan mas Setyo (bantu terus Koodinasi supervise kasus kasus mangkrak didaerah krn rakyat lokal membutuhkan itu selesai)," tulis Saut.
"Secara khusus pula saya sampaikan semua Teman teman yang setiap Jumaat melakukan Oikumene di ruang Konprensi Pres tetaplah memegang 9 NIlai dan RI-KPK kita sampai kapanpun, ingat ingat pesan beberapa Pendeta yang pernah kita undang ke KPK sebagai Pegangan.
Terima kasih buat semua, maaf kalau saya belum bisa ikut aktif Melayani, hanya sebagai Jemaat saja.
Tuhan Yesus Memberkati kita semua sampai kapanpun," tambah Saut.
Hingga berita ini diturunkan, Saut belum bisa dihubungi via telepon, panggilan telepon terus dialihkan.
Ia juga belum membalas konfirmasi Kompas.com lewat aplikasi obrolan.