Tok! Tukang Las Ini Bakal Dihukum Kebiri Kimia, Terbukti Perkosa 9 Anak, Eksekusi Segera Dilakukan
Seorang pria bernama Muh Aris yang berprofesi sebagai tukang las di Mojokerto dihukum kebiri kimia.
TRIBUNCIRBEON.COM - Seorang pria bernama Muh Aris yang berprofesi sebagai tukang las di Mojokerto dihukum kebiri kimia, lantaran terbukti memperkosa 9 anak saat menjalani sidang.
//
Diketahui, hukuman kebiri kimia pertama di Mojokerto, dan nantinya sosok orang pertama dihukum kebiri kimia, yakni Muh Aris.
Pemuda 20 tahun asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Muh Aris jalani hukuman kebiri kimia setelah terbukti memperkosa 9 anak.
Berdasarkan putusan pengadilan, terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak itu juga harus mendekam di penjara selama 12 tahun.
• V, Pemeran Cewek di Video Vina Garut Bongkar Sifat Asli Rayya, Pria yang Memaksanya Main 3 Lawan 1
• SENYUM PALSU V, Cewek di Video Vina Garut 3 Lawan 1, Suami yang Paksa Agar Menikmati Permainan
• Ekspresi Girang V Saat Main 3 Lawan 1 dalam Video Vina Garut Semuanya Palsu, Dipaksa Menikmati
Selain itu, dia juga dikenakan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu mengungkapkan, putusan pidana 12 tahun kurungan.
Selain itu juga, hukuman kebiri kimia terhadap Muh Aris ini sudah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya
Vonis hukuman pidana bagi predator anak itu tertuang dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal 18 Juli 2019.
Putusan itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.
"Putusannya sudah inkrah. Kami segera melakukan eksekusi," kata Nugroho Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
Dia menuturkan, kasus perkosaan terhadap 9 anak yang menjerat Aris, disidangkan di PN Mojokerto. Terdakwa divonis bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Putusan majelis hakim terkait perkara yang menjerat Aris, tertuang dalam Putusan PN Mojokerto Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk, tertanggal 2 Mei 2019.
Wisnu mengatakan, pihak jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di PN Mojokerto, menuntut terdakwa dengan hukuman penjara 17 tahun dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Munculnya hukuman kebiri merupakan pertimbangan dan keputusan para hakim di Pengadilan Negeri Mojokerto.
Wisnu melanjutkan, putusan perkara perkosaan yang menjerat Aris, naik banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya.
Kala itu, JPU menilai putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan hakim PN Mojokerto, terlalu ringan dibanding tuntutan yang diajukan jaksa.
Namun, lanjut dia, Pengadilan Tinggi Surabaya akhirnya menjatuhkan putusan yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri Mojokerto.
"Kalau untuk pidana kurungannya sudah bisa dilakukan eksekusi. Namun, untuk kebiri kimia, kami masih mencari rumah sakit yang bisa," kata Wisnu.
Adapun Muh Aris sebelumnya didakwa melakukan perkosaan terhadap 9 anak gadis di wilayah Kabupaten dan Kota Mojokerto, Jawa Timur.
Dalam kesehariannya, pemuda itu bekerja sebagai tukang las.
Aksi pemuda itu dilakukan sejak tahun 2015 dengan modus mencari korban dengan kriteria anak gadis, sepulang dari bekerja.
Aksi bejat itu dilakukan di tempat sepi.
Salah satu aksinya pada Kamis, 25 Oktober 2018, sempat terekam CCTV.
Aksi dilakukan di wilayah Prajurit Kulon Kota Mojokerto itu menjadi petualangan terakhirnya sebelum diringkus polisi, pada 26 Oktober 2018.
Pertama di Mojokerto
Hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak, baru pertama kali terjadi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu mengatakan, dari sekian kasus kejahatan seksual, khususnya pemerkosaan yang diajukan ke pengadilan, baru kali ini keluar vonis hukuman kebiri kimia.
Vonis hukuman itu dijatuhkan Pengadilan Negeri Mojokerto terhadap Muh Aris (20), pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Hukuman Pengadilan memutuskan Aris bersalah melanggar Pasal 76 D junto Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pemuda tukang las itu dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, Aris dikenakan hukuman tambahan beruapa kebiri kimia.
"Untuk wilayah Mojokerto, ini yang pertama kali," kata Nugroho Wisnu saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/8/2019) malam.
Aris dihukum penjara dan kebiri kimia setelah terbukti melakukan 9 kali pemerkosaan di wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto.
Ada pun para korbannya merupakan anak-anak.
"Dalam persidangan, terungkap 9 korban," kata Wisnu.
Sebelumnya diberitakan, seorang pemuda di Mojokerto dihukum kebiri kimia setelah terbukti memperkosa 9 anak. Berdasarkan putusan pengadilan, terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak itu juga harus mendekam di penjara selama 12 tahun.
Selain itu, dia juga dikenai denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Aksi pemuda itu dilakukan sejak tahun 2015 dengan modus mencari korban dengan kriteria anak gadis, sepulang dari bekerja.
Salah satu aksinya pada Kamis, 25 Oktober 2018, sempat terekam CCTV. Aksi yang dilakukan di wilayah Prajurit Kulon Kota Mojokerto itu menjadi petualangan terakhirnya sebelum diringkus polisi pada 26 Oktober 2018.
Lokasi Eksekusi Kebiri Kimia
Untuk pertama kalinya, vonis berupa kebiri kimia diputuskan di pengadilan Indonesia.
Namun, hingga kini, kejaksaan masih mencari rumah sakit yang bisa mengeksekusi putusan yang sudah inkrah ini.
Selain vonis hukuman kebiri kimia, Aris juga harus menjalani hukuman kurungan 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu mengungkapkan, pihaknya masih harus mencari rumah sakit yang bisa menjalankan eksekusi kebiri kimia.
"Kalau untuk pidana kurungannya sudah bisa dilakukan eksekusi. Namun, untuk kebiri kimia, kami masih mencari rumah sakit yang bisa," kata Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
Sebelum ada vonis kebiri kimia, Ikatan Dokter Indonesia menolak menjadi eksekutor dari hukuman kebiri kimia.
IDI menolak jadi eksekutor hukuman kebiri dengan alasan pelaksanaan hukuman kebiri oleh dokter dianggap melanggar Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Awalnya tanpa kebiri kimia
Seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya, Muh Aris terbukti bersalah melakukan perkosaan terhadap 9 anak gadis di wilayah Kabupaten dan Kota Mojokerto, Jawa Timur.
Nugroho Wisnu mengatakan, jaksa sebenarnya tidak menyertakan hukuman kebiri dalam tuntutan.
Munculnya hukuman kebiri merupakan pertimbangan dan keputusan para hakim di Pengadilan Negeri Mojokerto.
Pihak jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di PN Mojokerto, "hanya" menuntut terdakwa dengan hukuman penjara 17 tahun dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Kasus perkosaan terhadap 9 anak yang menjerat Aris, disidangkan di PN Mojokerto.
Terdakwa divonis bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Putusan majelis hakim terkait perkara yang menjerat Aris, tertuang dalam Putusan PN Mojokerto Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk, tertanggal 2 Mei 2019.
Wisnu melanjutkan, putusan perkara perkosaan yang menjerat Aris sempat naik banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya.
Kala itu, JPU menilai putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan hakim PN Mojokerto, terlalu ringan dibanding tuntutan yang diajukan jaksa.
Namun akhirnya, Pengadilan Tinggi Surabaya menjatuhkan putusan yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri Mojokerto.
Nugroho Wisnu mengungkapkan, putusan pidana 12 tahun kurungan dan kebiri kimia terhadap Aris sudah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Vonis hukuman pidana bagi predator anak itu tertuang dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal 18 Juli 2019.
Putusan itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.
"Putusannya sudah inkrah. Kami segera melakukan eksekusi," kata Nugroho Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
Dalam kesehariannya, Aris dikenal bekerja sebagai tukang las.
Aksi pemuda itu dilakukan sejak tahun 2015 dengan modus mencari korban dengan kriteria anak gadis, sepulang dari bekerja.
Aksi bejat itu dilakukan di tempat sepi.
Salah satu aksinya pada Kamis, 25 Oktober 2018, sempat terekam CCTV.
Aksi dilakukan di wilayah Prajurit Kulon Kota Mojokerto itu menjadi petualangan terakhirnya sebelum diringkus polisi, pada 26 Oktober 2018.
Latar belakang pijakan kebiri kimia
Kompas.com pada 25 Mei 2016 memberitakan, menanggapi maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak.
Akhirnya Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tersebut.
Perppu itu tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu ini turut mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Sanksi yang diatur berupa kebiri secara kimia (kimiawi) serta pemasangan alat deteksi elektronik sehingga pergerakan pelaku bisa dideteksi setelah keluar dari penjara.
Perppu ini akhirnya disahkan menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016.
Perppu Kebiri Disahkan Jadi UU, Menteri Yohana Harap Semua Patuh Hukuman kebiri telah ada di Eropa sejak abad pertengahan.
Pada zaman sekarang, hukuman kebiri juga masih dilaksanakan di berbagai negara, seperti Ceko, Jerman, Moldova, Estonia, Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia, serta beberapa negara bagian di Amerika Serikat.
IDI menolak menjadi eksekutor
Dalam arsip pemberitaan Kompas.com pada 25 Juli 2016, saat itu Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Daeng Mohammad Faqih mengatakan, seharusnya ketentuan undang-undang tak bertentangan dengan etika profesi.
"Pasal hukuman kebiri jelas itu bertentangan dengan etika kedokteran jika menunjuk kami sebagai eksekutornya"
"Itu kan tandanya Perppu tersebut bertentangan dengan etika kedokteran," kata Daeng, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).
"Kalau ada undang-undang yang bertentangan dengan etika kira-kira yang salah yang mana? Ya undang-undangnya karena kan undang-undang sumber hukumnya dari etika"
"Apalagi jika kami yang ditunjuk sebagai eksekutornya, ini benar-benar undang-undang yang bertentangan dengan etika," kata dia.