Ombudsman RI Tegaskan Tak Akan Anulir Sistem Zonasi
Ombudsman Republik Indonesia setiap tahun senantiasa melakukan monitoring atau pengawasan khusus terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilda Rubiah
BANDUNG - Ombudsman Republik Indonesia setiap tahun senantiasa melakukan monitoring atau pengawasan khusus terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
PPDB tahun ini dilaksanakan serentak oleh 34 provinsi, mulai tingkat TK, SD, SMP hingga SMA. Proses akhir hasil monitoring Ombudsman akan disampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Proses biasanya kami akan akhiri dengan penyampaian monitoring di 34 provinsi kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)," ujar Anggota Ombudsman RI Pusat, Ahmad Alamsyah Saragih, kepada Tribun Jabar, Senin (1/7/2019).
Ahmad Alamsyah Saragih, memaparkan khusus monitoring PPDB tahun ini, diakuinya, Ombudsman melihat persoalan demi persoalan yang muncul lebih kompleks.
• Lolos Seleksi PPDB 2019 di SMAN 3 Bandung, Anak Gadis Ridwan Kamil Ingin Seperti Ayahnya
• Setelah Diperpanjang Satu Minggu, Pendaftar PPDB di SMAN 1 Kaliwedi Hanya Bertambah Empat Orang
Ahmad Alamsyah menyebut, persoalan yang muncul bukan hanya kasus maladministrasi, pungli, dan lain sebagainya, tetapi juga lebih kompleks merambah pada penyimpangan-penyimpangan menyangkut kementerian dan lembaga satu sama lainnya.
Kendati demikian Ombudsman justru menyikapi dampak tersebut sebagai arah positif menuju pemerataan dan penataan.
Ombudsman Republik Indonesia Pusat, menyatakan tidak akan menganulir sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019.
"Pada prinsipnya PPDB ini sudah masuk yang ketiga kali, yang paling penting Ombudsman tidak akan sama sekali menganulir sistem zonasi," katanya.
Menurut Ahmad, pemerataan kualitas pendidikan laiknya memang wajib dilakukan. Jangan sampai anggaran atau belanja daerah digunakan hal lainya dan malah menelantarkan pembiayaan pendidikan.
Demikian bersama sistem zonasi PPDB ini otonomi daerah hal terkait anggaran mesti dialokasikan secara tepat.
Sistem zonasi, lanjut dia, membuka buruknya kebijakan pelayanan pendidikan di daerah. "Jika diberi toleransi daerah bisa suka-suka gunakan anggaran," ucapnya.
Adapun Ahmad juga menuturkan, hal lain yang ditemukan Ombudsman dengan siatem zonasi online ini transaksi untuk memasukkan anak sekolah yang dahulu marak dilakukan (jual beli kursi) kini mulai berkurang drastis.
Hanya saja kini orang tua mengakali aturan administrasi kependudukan agar anaknya tetap dapat masuk ke sekolah favorit.
"Ini yang akan kami dorong untuk ditertibkan tahun depan," ujarnya.
Demikian dikatakan Ahmad, pihaknya juga akan mendorong peran Kemendagri Disdukcapil untuk melakukan harmonisasi, antara Peraturan Mendikbud dengan nomenkelatur dari Disdukcapil.
Supaya jangan sampai celah tersebut disalahgunakan untuk mempermudah bagi beberapa orang tua bagi anaknya bisa tetap masuk di sekolah-sekolah yang dianggap favorit dengan melakukan migrasi perpindahan, katanya.
Selain Jawa Barat, pihaknya juga melihat upaya-upaya tersebut juga terjadi di beberapa provinsi lainnya.
Adapun mengambil catatan persoalan dari Dinas Pendidikan Jawa Barat dan keterangan Disdukcapil, Ombudsman akan menyampaikan evaluasi atau perbaikan pengaturan pada Permendikbud.
Demikian, Ahmad menegaskan pada prinsipnya Ombudsman tidak akan sama sekali menganulir sistem Zonasi.
"Jadi kalau ada aspirasi-aspirasi agar sistem zonasi ini dihapuskan perlu menjadi catatan bahwa Ombudsman akan menolak dengan keras untuk pembatalan sistem zonasi," katanya.
Demikian pihaknya akan mendorong sekuat tenaga agar dilakukan perbaikan atas kelemahan-kelemahan dan tetap mempertahankan sistem zonasi. (*)